Mengapa Perencanaan Kita Sering Jalan Sendiri?
Ketika RTRW dan RPJMD Tak Berbicara

Ada tema yang relevan di gugus pulau tertentu, tapi tak relevan di gugus lainnya. Akibatnya, jika tematik dipaksakan satu arah, daerah yang "tak masuk tema" justru tertinggal.
Sayangnya, dalam praktiknya, kabupaten/kota sering memilih menonjolkan keunggulan sendiri-sendiri. Contoh paling jelas adalah gagalnya pengembangan satu destinasi wisata unggulan Maluku Utara.
Dulu pernah diinisiasi lewat RTRW Provinsi agar fokus pada satu titik destinasi. Tapi setiap daerah tetap mengembangkan wisatanya masing-masing. Semua merasa unggul, dan akhirnya tak satu pun jadi unggulan.
Hasilnya? Kita hanya menjadi penonton dalam segitiga wisata dunia Wakatobi-Bunaken-Raja Ampat. Wisatawan “tak ada yang singgah” ke Maluku Utara. Miris.
Mengapa ini Terjadi?
Ada beberapa alasan mengapa RTRW dan RPJMD belum benar-benar bicara:
1. Koordinasi Lintas OPD Lemah: Bappeda mengurusi RPJMD, sementara RTRW ditangani oleh Dinas PU atau instansi teknis tata ruang. Belum ada ruang integratif yang mempertemukan keduanya secara substansial.
2. RPJMD Disusun Terburu-Buru: Tekanan penyusunan dalam 6 bulan pasca pelantikan kepala daerah, 20 Februari 2025, membuat proses teknokratis mendominasi, bukan partisipatif dan berbasis dokumen ruang.
3. Data Spasial Tak Terhubung Tematik: Data peta memang ada, tapi tidak dipadukan dengan kebutuhan sosial-ekonomi lintas pulau. Padahal inilah yang seharusnya menjadi dasar perencanaan pembangunan kepulauan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar