Lalayon; Jati Diri Halmahera yang Kerap Disalahpahami

Asal-Usul Tarian Lalayon: Dari Duka Menjadi Cinta
Tarian Lalayon bukan sekadar rangkaian gerak indah yang memikat pandangan. Di balik setiap ayunan tangan, setiap langkah kaki, dan setiap lenso yang diangkat dengan lembut, tersimpan kisah yang lahir dari kehidupan masyarakat pesisir Halmahera di masa lampau.
Konon, menurut hikayat yang berkembang di kalangan masyarakat Halmahera Tengah dan Halmahera Timur, tarian Lalayon berawal dari sebuah kisah haru.
Dahulu kala, di sebuah pesisir pantai yang jauh dari perkampungan, hiduplah sepasang suami istri yang hidup rukun dan saling mencintai.
Suatu hari, sang suami jatuh sakit keras dan akhirnya meninggal dunia. Kesedihan mendalam melanda sang istri, hingga ia menutup diri dari masyarakat.
Melihat kondisi perempuan itu yang terus berduka, beberapa muda-mudi desa berinisiatif mengajaknya berjalan-jalan ke pantai berpasir putih di dekat desa mereka. Saat tiba di pantai, para pemuda mengambil daun kelapa untuk dijadikan alas tempat makan, yang dalam bahasa lokal disebut “Lala”.
Ketika semua duduk makan sambil bergurau, sang perempuan hanya diam. Ia memandang dua ekor burung camar, atau burung Kum-kum, dalam sebutan lokal yang sedang menari di tepi pantai.
Burung-burung itu saling berkejaran di antara deburan ombak, seolah menari dalam kebebasan. Gerakan lembut burung camar itu mengilhami sang perempuan untuk berdiri dan mulai meniru gerakannya.
Baca Halaman Selanjutnya..





Komentar