Dilema Penyiaran di Provinsi Seribu Pulau

Alwi Sagaf Alhadar

Oleh: Alwi Sagaf Alhadar
(Ketua KPID Maluku Utara)

Sewaktu diajak teman untuk mendaftarkan diri di Tim Seleksi calon komisioner Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) Maluku Utara (Malut), saya langsung bersemangat untuk mengikuti proses itu.

Setelah lewati beberapa tahapan yang cukup ketat, akhirnya saya serta enam orang terpilih di antara 30an pendaftar. Empat komisioner berlatar praktisi media penyiaran -termasuk saya- serta tiga lainnya ; dari pensiunan ASN, tokoh masyarakat, dan akademikus. Suatu kombinasi yang cukup ideal.

Alhamdulillah, kami dilantik oleh Wakil Gubernur Malut pada awal 2012. Artinya, KPID Malut dibentuk setelah satu dekade lahirnya Undang Undang (UU) Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran.

KPID Malut hadir di blantika penyiaran Indonesia adalah yang ke-30 di antara 33 provinsi. Itu pun setelah "didemo" terus-menerus oleh berbagai kalangan yang peduli perlu adanya suatu wadah untuk mengatur penyiaran di daerah.

Tak mau berlama-lama, kami pun tancap gas untuk mengejar berbagai ketertinggalan. Banyaknya lembaga penyiaran tak berizin -kala itu- memicu kami untuk menggelar sosialisasi di sana-sini dengan mengusung tagline "Malu Bersiaran Tanpa Perizinan".

Kerja keras kami berbuah manis. Berbagai lembaga penyiaran mulai berproses izin. Jika lembaga penyiaran telah berizin, otomatis terdapat pemasukan pada negara, sementara masyarakat aman menikmati siaran yang legal.

Bisa dibayangkan betapa repotnya derap langkah kami di tengah tingginya hambatan geografis Malut yang terdiri dari pulau-pulau.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...