Hilirisasi Nikel dan Luka Ekologis di Teluk Weda

Gunawan Hatari

Oleh: Gunawan Hatari
(Wakil Sekretaris Forum Dosen P3K Universitas Khairun)

Pemerintah Indonesia sedang gencar mendorong hilirisasi mineral sebagai strategi transformasi ekonomi nasional. Nikel menjadi komoditas unggulan dalam proyek besar ini, karena berperan penting dalam industri baterai kendaraan listrik.

Namun, di balik narasi kemajuan dan nilai tambah, hilirisasi di daerah seperti Maluku Utara menyisakan persoalan lingkungan yang serius dan berisiko merusak tatanan sosial masyarakat pesisir.

Contoh nyata terlihat di Teluk Weda, Halmahera Tengah. Pada 29 Mei 2025, Pemerintah Provinsi Maluku Utara mengumumkan rencana penghentian sementara aktivitas nelayan di kawasan itu.

Kebijakan ini diambil menyusul hasil riset Nexus3 Foundation dan Universitas Tadulako yang menemukan kandungan logam berat seperti merkuri dan arsenik dalam ikan-ikan hasil tangkapan, serta dalam darah sebagian warga yang tinggal di sekitar kawasan industri tambang.

Langkah pemerintah daerah tentu didasarkan pada kekhawatiran terhadap kesehatan masyarakat. Namun, kebijakan tersebut menimbulkan pertanyaan besar: mengapa justru nelayan yang dihentikan, sementara industri tambang yang diduga menjadi sumber pencemaran tetap dibiarkan beroperasi?

Dalam sebuah laporan investigatif TanahAir.net, disebutkan bahwa hilirisasi nikel di Maluku Utara berlangsung tanpa tata kelola lingkungan yang memadai.

Limbah cair dan emisi dari industri pengolahan nikel dibuang ke perairan tanpa pengolahan yang layak. Padahal, wilayah pesisir seperti Teluk Weda merupakan zona sensitif ekologi dan menjadi tumpuan hidup ribuan nelayan lokal.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...