Kritik Gagasan Mansour Fakih atas Gender dan Transformasi Sosial

Ucok S. Dola

Oleh: Ucok S. Dola (Sekjend SAMURAI Maluku Utara)

Dinamika intelektual mahasiswa dalam berliterasi (membaca buku, diskusi dan aplikasi teori) menjadi gambaran umum mengasah kemampuan berpikir untuk menjadi kritis. Hal ini tidak terlepas dari catatan sejarah tentang gerakan mahasiswa seantero dunia yang menggulingkan kekuasaan rezim anti rakyat. Gerakan tersebut dilandasi dengan kerangka berpikir yang kritis serta pendalaman teori dan praksis, sehingga membuat mahasiswa menjadi ancaman terbesar bagi status quo negara. Namun terlepas dari itu, membentuk dinamika kritis di Era Post saat ini dapat dikatakan sangat lemah akibat dari proses berpikir yang cenderung normatif.

Hemat penulis, proses berpikir yang cenderung normatif membuat seseorang tidak bisa keluar dari norma yang telah di tetapkan dalam teks buku atau apapun yang di baca. Alih-alih, teks mempunyai makna di dalamnya sebagaimana Tanda dan Penanda dalam istilah Sausure, seorang Lenguistik Modern asal Swis. Sederhanannya, teks tidak hanya dibaca secara tekstual, melainkan juga kontekstual agar seseorang mampu mengabstraksikan sebuah dunia yang hidup dalam teks itu. Hal inilah yang kemudian membuat filsafat bahasa menjadi tema dominan dalam kajian filsafat modern, bahwa filsafat bahasa berupaya memahami konsep-konsep yang diutarakan oleh bahasa serta mencari sistem pendukung yang efektif dan akurat (Abdullah, 2:2018).

Bahasan awal diatas adalah pengantar awal kita menuju pada tema yang diangkat oleh penulis. Diskursus tentang Gender sangat massif ditemukan sejak tahun 80an hingga kini, dan itu dilihat dari ketidakadilan sosial yang berupaya untuk membedakan perempuan dan laki-laki secara gender, dalam istilah Mansour Fakih adalah perbedaan gender (gender differrencie). Namun, ada hal dalam padangan Fakih yang akan penulis persoalkan seperti Konstruksi Sosial yang mengakibatkan ketidakadilan gender.

Berger dan Luckman seorang sosiolog, memaparkan konstruksi sosial sebagai sebuah interaksi sosial yang tidak ada secara ilmiah melainkan diciptakan oleh sosial melalui interaksi secara internal dan eksternal. Sererhananya, konstruksi sosial adalah hasil dari ciptaan masyarakat dan disepakati secara bersama. Hubungannya dengan ketidakadilan gender akan sangat jelas bahwa perbedaan laki-laki dan perempuan yang ditentukan melalui kontsruksi sosial adalah sebuah upaya untuk mendiskriminasi kaum perempuan. Konstruksi sosial ini bermasalah karena menganggap Perempuan seperti yang tulis oleh Fakih bahwa Perempuan dikenal secara umum adalah lemah lembut, emosional, irasional dan lain-lain. Sementara laki-laki adalah kuat, perkasa, rasional dan lain sebagainya.

Sebagai tanggapan Fakih dalam bukunya “Analisis Gender dan Transformasi Sosial” yang terbit pada tahun 2008, sekitar 192 hal, ia mengatakan bahwa Gender adalah perbedaan secara sifat atau perlilaku, dan tentu sifat laki-laki dan Perempuan pasti berubah-ubah berdasarkan interaksi yang dibangun. Tidak semuannya Perempuan itu lemah lembut dan laki-laki itu kuat dan perkasa. Sebaliknya, ada sebagian Perempuan yang perkasa dan sebagian laki-laki lemah dan punya sifat ke”ibu”an. Perhatikan tulisan miring, bagi penulis hal itu adalah bagian dari konstruksi, akibat dari proses berpikir yang dimulai dari konstruksi dan diperpanjang lebih lanjut sehingga berakhir pada konstruksi pula tanpa disadari. Selanjutnya, penulis akan menguraikan secara singkat akibat dari Fakih dalam memulai konstruksi sosial terhadap ketidakadilan gender.

Baca halaman selanjutnya..

Selanjutnya 1 2

Komentar

Loading...

You cannot copy content of this page