Ketimpangan Pelayanan, Warga Daratan Sofifi “Dimarjinalkan”?

Ironis, ketimpangan pelayanan ini sudah terjadi bertahun-tahun tapi tidak memberikan solusi yang mampu menciptakan keadilan bagi warga daratan Sofifi.
Disatu sisi, pemerintah mengklaim bahwa mereka mengatasi disparitas pelayanan tersebut dengan memanfaatkan setiap kantor kecamatan di daratan Sofifi dan wilayah Oba, tapi hal ini justru tidak menghadirkan solusi karena pelayanan tersebut hanya bersifat situasional dan cuman berlaku pada waktu tertentu.
Terlebih lagi pelayanan KTP ini urusan kebutuhan dasar dalam konteks warga negara. Hampir di setiap pemberkasan seperti di sekolah, kampus, dunia kerja, bahkan untuk mendapatkan bantuan semuanya membutuhkan identitas.
Artinya, ini merupakan kebutuhan penting yang dapat menentukan nasib warga kedepan dalam urusan yang berkaitan dengan pendidikan, nasib pekerjaan, hingga memperoleh bantuan untuk menopang kehidupannya. Namun tidak dilirik kekuasaan sebagai sebuah masalah besar yang harus diatasi.
Nasih kehidupan masyakarat dalam sebuah negara, sejatinya bergantung pada pangkal kebijakan pemerintah. Tidak efektifnya pelayanan publik hingga menimbulkan kemiskinan baru di suatu daerah, itu tidak terlepas dengan kebijakan pemerintah.
Kondisi masyarakat di Kota Tidore Kepulauan dengan masifnya ketimpangan pelayanan publik di daratan Sofifi, menunjukkan bahwa kualitas kebijakan pemerintah tidak tersentuh pada keadilan yang diinginkan masyarakat.
Olehnya itu, pemimpin dalam sebuah pemerintahan, harusnya mampu membaca relung hati masyakarat. Artinya tanpa rakyat bicara, dia sudah terlebih dahulu mewujudkan apa yang dikeluhkesahkan masyarakatnya.(*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Senin, 26 Agustus 2024
Komentar