Ketimpangan Pelayanan, Warga Daratan Sofifi “Dimarjinalkan”?

Boleh jadi, urusan pelayanan seperti ini dipandang remeh temeh, tapi bagi warga yang kelas ekonomi kurang mampu, untuk mengeluarkan Rp100 ribu saja, harus betul-betul dipertimbangkan untuk kebutuhan mereka dalam beberapa hari kedepan. Apalagi, kepemilikan KTP merupakan wajib bagi setiap warga negara.
Dalam konteks ini, warga mungkin hanya dipandang sebagai "sapi perah" yang dikerahkan kekuasaan melalui kebijakannya, tapi tidak pernah memikirkan nasib mereka hingga pada urusan dapurnya.
Pelayanan kekuasaan yang selalu berdalih atas pelayanan yang efisien dan efektif tidak sebanding dengan rasa prihatin dan kepekaan sosial.
Hal ini menunjukkan bahwa ketidakadilan dalam pelayanan publik tidak mendapat perhatian serius bagi pemerintah. Warga daratan Sofifi terkesan diabaikan dalam mendukung pelayanan publik yang efektif dan efisien.
Konsep keadilan di lingkup Pemkot Tidore Kepulauan tidak berorientasi pada warga daratan Sofifi. Ketimpangan ini harus menjadi kesadaran bersama terutama warga daratan Sofifi, agar pemerintah tidak seenaknya beranggapan bahwa masyakarat terima dengan kondisi yang berlarut-larut.
Bukankah keberpihakan pemerintah mampu memberikan kemudahan pelayanan dan mendukung pembangunan yang merata bagi warganya.
Hal ini tidak terjadi di Pemkot Tidore Kepulauan. Warga di daratan Sofifi harus dibebani dengan biaya hingga ratusan hanya untuk urusan administrasi seperti KTP.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar