Speedboat Ternate-Sofifi Masih Pakai Minyak Tanah, Kesepakatan Pertalite Diabaikan

Pelabuhan penyebarangan Ternate-Sofifi.

Sofifi, malutpost.com -- Penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar Speedboat masih marak terjadi di Pelabuhan Semut, Kota Ternate, Maluku Utara.

Padahal, sudah ada kesepakatan resmi yang mewajibkan speedboat menggunakan pertalite.

Kesepakatan itu disahkan dalam rapat lintas instansi yang digelar pada 11 November 2024 lalu, di Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Ternate.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, dari total 268 armada Speedboat yang beroperasi, baru sekitar 75 unit yang beralih ke pertalite. Selebihnya masih menggunakan minyak tanah untuk mesin tempel, meski sudah ada rekomendasi tegas agar seluruh armada beralih ke bahan bakar gasoline (pertalite).

Pantauan di lapangan, sejumlah motoris masih membawa jerigen berisi minyak tanah ke dalam pelabuhan, yang diduga diperoleh dari pengecer liar dengan harga mencapai Rp9.000 per liter.

"Iya, masih banyak yang pakai minyak tanah, padahal harusnya sudah pertalite. Minyak tanah kan hanya untuk rumah tangga," kata salah satu sumber di pelabuhan, Senin (16/6/2025).

Kebutuhan pertalite yang digunakan Speedboat saat ini diperkirakan sebesar 4 ton per hari, tetapi idealnya dibutuhkan sekitar 12 ton untuk melayani seluruh armada.

Untuk itu, ia meminta perhatian Pemprov Malut dalam hal ini Dinas Perhubungan agar tidak diam dan merealisasikan kesepakatan.

Ketua Koperasi Mutiara Pelabuhan Semut, Iksan Adam, membenarkan bahwa hasil rapat yang digelar pada November 2024 telah menetapkan sejumlah poin penting terkait konversi bahan bakar.

Kesepakatan tersebut mencakup;

1. Seluruh armada angkutan laut rakyat Maluku Utara wajib beralih dari minyak tanah ke gasoline (pertalite).

2. Penyesuaian suku cadang mesin tempel dilakukan oleh masing-masing koperasi pelayaran rakyat.

3. Pertamina menjamin ketersediaan pertalite di SPBU terdekat.

4. Pemerintah kabupaten/kota mengajukan tambahan alokasi gasoline sesuai kebutuhan aktual.

5. Pemda kabupaten/kota mengusulkan pendirian sub penyalur kepada BPH Migas, untuk memastikan distribusi gasoline di tiap pelabuhan.

6. Seluruh speedboat wajib memiliki Rencana Pola Trayek (RPT) yang diterbitkan oleh Dinas Perhubungan Provinsi.

7. Pemerintah Provinsi Maluku Utara segera menyesuaikan tarif angkutan laut, sesuai kenaikan biaya bahan bakar.

8. Pendirian sub penyalur di area pelabuhan harus memenuhi standar legal, keamanan (security), dan keselamatan (safety).

9. Penyesuaian kontruksi tangki bahan bakar harus diawasi serta mendapat persetujuan dari penyelenggara pelabuhan.

10. Notulen kesepakatan telah ditandatangani bersama oleh seluruh peserta rapat.

Meski begitu, hingga kini belum ada langkah konkret dari Pemprov Malut dalam hal ini Dishub untuk menindak pelanggaran tersebut. Padahal, penggunaan minyak tanah sebagai bahan bakar bukan hanya melanggar kesepakatan, tetapi juga berpotensi membahayakan keselamatan pelayaran.

Masyarakat berharap pemerintah provinsi dan instansi terkait agar segera mengambil langkah tegas, termasuk pengawasan distribusi BBM.

"Memang bahwa sudah harus gunakan BBM pertalite," ujarnya.

Kondisi ini menunjukkan masih lemahnya pengawasan serta minimnya implementasi dari hasil kesepakatan rapat.

Pemprov dan pihak terkait diminta segera melakukan langkah tegas agar transisi ke bahan bakar pertalite berjalan sebagaimana direncanakan. (nar)

Komentar

Loading...