(Kado 22 Tahun HUT Kabupaten Kepulaun Sula)
Gempita di Panggung, Suara Rakyat Terabaikan

Akibatnya, geliat ekonomi wisata yang seharusnya bisa memberi nilai tambah untuk masyarakat demi menunjang kehidupan sehari-hari justru hanya mendatangkan sampah bagi daerah.
Euforia HUT yang ke 22 tahun daerah yang membentangkan spanduk, foto pejabat berpose, dan video pesta. Tapi di kolom komentar, setiap media sosial suara-suara kritis membentang luas. Rakyat mulai menyadari bahwa setiap ifen yang dibuat adalah pencintraan yang menutup setiap kebohongan yang ada.
Di setiap desa banyak masyarakat yang membentangkan sapnduk protes terhadap kebijakan pemerintah desa yang jika dilihat hanya untuk memenuhi hasrat pemerintah daerah.
Seperti mempertanyaakan soal transparansi anggaran terkait dengan insentif pejabat desa yang katanya dipotong demi kegiatan serimonial, efisiensi program, dan akuntabilitas pejabat publik. Dengan kesadaran ini menjadi tanda bahwa rakyat tidak lagi ingin di bodohkan.
Seharusnya, ulang tahun ke-22 menjadi momen reflektif untuk bertanya, sudahkah pemerintah hadir dan menjawab kebutuhan dasariah dari rakyat?.
Bukan malah mengundang artis dan bergoyang diatas tumpukan setiap masalah yang ada. Dalam teori tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), indikator seperti partisipasi, akuntabilitas, dan responsivitas menjadi tolak ukur utama.
Namun, jika indikator-indikator ini tidak tercermin dalam kebijakan dan pelayanan publik, maka perayaan hanya menjadi juba politik demi menutup setiap kebohongan yang dibuat.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar