“Menggugat Represifitas Tambang dan Aparat”
Suara yang Dihempas

Namun, sekali lagi demikianlah negara ini, kepentingan rakyat atau masyarakat adat tidak menjadi satu hal yang utama, negara selalu memuliakan oligarki dan korporasi tambang, rakyat akan selalu diintmidasi oleh aparat demi keamanan perusahaan.
Benar, kita punya sejarah panjang konflik tanah antara petani dan perusahaan apapun, termasuk industri pertambangan, dan di dalam konflik ini negara tidak sama sekali berpihak kepada petani, justru kepada oligarki dan korporasi tambang, karpet merah bagi mereka.
Sehingga petani dan masyarakat adat harus terus tersipu dan kalah dalam tangisan dan harapan yang sebenarnya tak pernah redup, mereka akan senantiasa berlawan.
Hari ini, kita dapat menyaksikan betapa bejatnya PT Position dan aparat kepolisian yang menagkap dan menahan masyarakat adat Maba Sangaji. Sekitar 25 Warga ditangkap dan dikriminaliasi, 14 orang telah dibebaskan, dan 11 lainnya masih di tahan.
Kejahatan ini telah membangkitkan jutaan amarah dari berbagai macam kalangan, miris dan sungguh keterlaluan. Hanya di negara ini, masyarakat adat yang mempertahankan tanah dan hutannya dari eksploitasi pertambangan ditangkap dan dipenjara, bahkan dituduh sebagai preman.
Bobroknya lagi, hingga hari ini sejak penangkapan paksa pihak kepolisian terhadap 25 masyarakat adat Maba Sangaji pada Jumat 16 Mei kemarin, Pemda dan DPR Halmahera Timur tak bersuara sedikit pun perihal polemik ini, apalagi sang puan, yakni Gubernur Maluku Utara.
Mereka justru bungkam dan diam, HUT Halmahera Timur rasa-rasanya tak bermakna, ia hanya perayaan singkat yang tidak punya prospek masa depan kongkrit bagi kemajuan Halmahera Timur dan juga keberpihakan Pemda dan DPR terhadap masyarakat.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar