Politisasi Birokrasi dalam Pemilihan Kepala Daerah

Politisasi birokrasi kalau di telusuri lebih jauh ternyata memiliki beberapa motif, pertama adalah faktor kompensasi jabatan yang tidak hanya datang dari faktor eksternal birokrasi yang kita sebut sebagai politisasi itu sendiri, namun secara aktif datang dari internal birokrasi melalui para elit-elit birokrat yang juga berebut kompensasi jabatan. Kedua, mencari profit dari jabatan, hal ini juga sudah menjadi salah satu persoalan dalam struktur birokrasi di Indonesia saat ini.
Sudah sangat sering juga kita temukan elit birokrat yang diciduk oleh KPK, KEJATI, dan KEJARI karena melakukan praktik korupsi. Pada umumnya praktik korupsi atau mencari profit ini dilakukan oleh birokrat melalui orang-orang yang berada di luar struktur birokrasi itu sendiri.
Namun, faktanya ditemukan juga fenomena dimana para “makelar” jabatan tersebut adalah bagian dari para elit birokrasi yang ada di internal birokrasi. Pada umumnya para “makelar” ini sudah bersama-sama dengan Kepala Daerah sejak mereka masih pada tahapan kampanye, dan hal ini juga menjadi salah satu alasan terjadinya birokrasi berpolitik dalam konteks Pilkada di suatu daerah.
Kesimpulan
Politik sebagaimana kita ketahui terdiri dari orang-orang yang berperilaku dan bertindak politik yang diorganisasikan secara politik oleh kelompok-kelompok kepentingan dan berusaha mencoba mempengaruhi pemerintah untuk mengambil dan melaksanakan suatu kebijakan atau tindakan yang bisa mengangkat kepentingannya dan mengenyampingkan kepentingan-kepentingan kelompok lain.
Kelompok masyarakat itu mempunyai kepentingan yang diperjuangkan agar pemerintah terpengaruh. Birokrasi pemerintah langsung maupun tidak langsung akan selalu berhubungan dengan kelompok-kelompok kepentingan dalam masyarakat. Namun, yang menjadi masalah disini adalah politisasi birokrasi sampai dengan saat ini tetap menjadi masalah yang berulang setiap lima tahunan.
Oleh karena itu, netralitas birokrasi dalam kontestasi politik praktis "pilkada" sangat urgent karena terkait dengan usaha dari pemerintah untuk mewujudkan birokrasi yang professional dan menjalankan fungsi pelayanan kepada masyarakat secara optimal. Kecenderungan para elit birokrasi yang ikut aktif memobilisasi para birokrat dalam kontestasi politik khususnya pada pilkada telah mengakibatkan birokrasi di daerah menjadi sulit untuk bekerja secara efektif dan menerapkan prinsip-prinsip professionalisme dalam menjalankan tugasnya yakni melayani masyarakat.
Fenomena ini tentu saja akan sangat menganggu pekerjaan birokrasi di "daerah" khususnya ke depannya. Keterlibatan para elit birokrasi di tingkat daerah pada saat pilkada, tidak hanya berputar pada persoalan bahwa birokrasi dimobilisasi dan dipolitisasi oleh kepala daerah, namun juga fakta bahwa para elit birokrasi tersebut juga ikut berpartisipasi dalam kerja-kerja politik sehingga politisasi birokrasi itu dianggap menjadi sebuah hal yang dianggap wajar.(*)
Komentar