Walhi Maluku Utara Desak Pemerintah Hentikan Aktivitas Tambang Nikel
Ternate, malutpost.com -- Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Maluku Utara mendesak Menteri Lingkungan Hidup Sitti Nurbaya menghentikan aktivitas pertambangan di Maluku Utara terutama tambang nikel di Kabupaten Halmahera Tengah.
Walhi menilai maraknya aktivitas tambang nikel di Halmahera Tengah telah memberikan dampak buruk terhadap lingkungan seperti banjir hebat yang melanda wilayah area tambang.
"Bencana ekologis banjir yang terjadi sejak tanggal 20 Juli 2024 dan masih berlangsung sampai saat ini, akibat dari meluapnya sungai Kobe dan Sungai Akejira telah mengakibatkan Desa Woejerana, Woekob, Desa Lelilef Waibulen dan Desa Lukolamo di Kecamatan Weda Tengah terendam dan mengancam keselamatan 6.567 jiwa penduduk yang berada di 4 desa tersebut dan belum termasuk jumlah pekerja tambang yang menempati kontrakan rumah kos di Desa Lukolamo,"kata Dikrtur Walhi Malut, Faizal Ratuela melalui rilis yang diterima malutpost.com, Kamis (25/7/2024).
Dia menjelaskan, banjir telah memutuskan akses utama jalan penghubung antar desa yang saat ini terdampak banjir dan juga membuat Desa Woekob dan Woejerana yang berada 12 kilometer dari wilayah pesisir.
Berdasarkan informasi Manager Advokasi dan Kampanye Walhi Maluku Utara yang saat ini berada di lapangan intensitas hujan masih sangat tinggi, terutama di daerah hulu sungai Kobe, sungai Akejira, sungai Wosia, sungai Meno, Sungai Yonelo, dan sungai Sagea serta daerah aliran sungai lainnya sehingga berpeluang terjadi luapan air dan banjir susulan yang lebih besar dan menggenangi desa-desa lainnya yaitu desa Lelilef Sawai, desa Gemaaf, desa Wale, dan Desa Sagea yang saat ini terus naik debit air sungai Sagea.
Hingga saat ini upaya evakuasi terus dilakukan oleh BNPBD Kabupaten Halmahera Tengah, TNI,Polres Halmahera Tengah dengan menggunakan alat berat dan menempatkan warga di posko – posko yang tersedia disekitar desa yang tidak terkena dampak banjir.
Faizal menyebut, data peta overlay kawasan terjadinya bencana banjir di kecamatan Weda Tengah dan Weda Utara, Walhi Maluku Utara menyimpulkan bahwa bencana banjir terjadi disebabkan oleh masifnya pemberian izin konsesi pertambangan nikel oleh pemerintah Kabupaten Halmahera Tengah, Propinsi Maluku Utara.
"Pemerintah pusat tanpa mempertimbangkan aspek daya dukung dan daya tampung lingkungan sehingga menyebabkan deforestasi dan degradasi hutan di Halmahera tengah,"ungkap Faisal.
Hasil Analisis Walhi Maluku Utara dari berbagai sumber informasi menemukan tahun 2001 keberadaan Hutan Primer di Halmahera Tengah seluas 188 ribu hektar yang membentangi 83 persen areal kawasan Halmahera Tengah, dan saat ini telah mengalami mengalami deforestasi seluas 26.100 haktare dan terus naik seiring aktifitas pembukaan lahan untuk pertambangan nikel.
Pembukaan areal kawasan hutan termasuk kawaasan daerah aliran sungai secara sporadis dan masif untuk pengambilan material ore nikel oleh investasi pertambangan nikel menyebabkan hilangnya kawasan buffer zone sehingga ketika terjadi intensitas hujan yang tinggi mengakibatkan ekosistem hutan tidak lagi menahan laju kecepatan air yang bercampur dengan tanah serta material logam ke wilayah dataran rendah di wilayah pesisir terutama yang saat ini terendam banjir yaitu desa Woejerana, desa Woekob, desa Lelilef waibulen dan desa Lukolamo.
Desa pesisir yang terdampak bencana banjir sejak tanggal 20 Juli 2024 sampai hari ini, sangat rentan mendapatkan bencana banjir susulan karena berada disekitar kawasan industri pertambangan nikel PT. Weda Bay Nikel (kawasan Industri PT. IWIP), PT. Tekindo Energi, PT. Harum Sukses Mining, PT. Saphire Indonesia Mining, PT. Bakti Pertiwi Nusantara, PT. Darma Rosadi Internasional dan PT. First Pacific Mining.
Jumlah izin pertambangan nikel di Kabupaten Halmahera Tengah berjumlah 24 IUP dengan luas konsesi 37.952,74 hektar dan yang terluas izin konsesinya adalah pertambangan nikel milik PT. Weda Bay Nikel (Kawasan Industri Nikel PT. IWIP) seluas 45.065 hektar.
Baca halaman selanjutnya...
Komentar