Peran Bimbingan Konseling dalam literasi
Oleh : Bellarosita Faisal
(Alumni Prodi Pendidikan Islam IAIN Ternate, dan Bimbingan Konseling)
Seiring perkembangan jaman, dunia pendidikan memiliki tantangan baru. Kemudahan mengakses informasi seperti Artificial Intelligence (AI) yang merupakan sebuah sistem kecerdasan manusia yang memungkinkan seperangkat sistem komputer atau mesin lainnya dapat berpikir dan bekerja layaknya manusia. membuat orang - orang menjadi malas belajar, membaca, dan merasa bosan ketika melihat buku.
Hal ini menunjukan rendahnya kemampuan berliterasi anak - anak, padahal literasi sangatlah penting dalam dunia pendidikan.
Kegiatan literasi harus bisa digiatkan kepada anak - anak dalam setiap kegiatan sekolah. Seperti yang digaungkan pemerintah Provinsi Maluku Utara khususnya di Kota Ternate, program Gerakan Literasi Sekolah sudah dimulai sejak diberlakukannya program ini pada tahun 2016 hingga kini beberapa sekolah masih menerapkan.
Begitu pula dalam layanan bimbingan dan konseling sebagai bagian yang terintegrasi dalam dunia pendidikan. Literasi adalah kemampuan seseorang dalam memakai potensi dan keterampilan dalam mengelola dan mengetahui kebenaran ketika melaksanakan aktivitas membaca dan menulis (Hikmawati dkk, 2016).
Melalui Kurikulum Merdeka, siswa/i diharapkan mengembangkan literasi dan numerasi yang merupakan hal urgensi pada pendidikan. Hal tersebut dapat terealisasi melalui kegiatan kemampuan analisis seperti berpikir kritis pada kegiatan analisis kognitif siswa/i.
Seiring berkembangnya teknologi informasi dan multimedia, pengertian literasi diperluas kedalam beberapa jenis elemen literasi. Seperti visual, auditori, dan spasial.
Literasi dalam layanan BK bisa dilakukan dalam berbagai bentuk. Menurut Handaka (2017), strategi bimbingan dan konseling dalam mencapai Gerakan Literasi Nasional dapat melalui implementasi empat komponen layanan BK dengan berbasis literasi.
Empat komponen tersebut sudah seharusnya digalakkan pada sekolah - sekolah yang ada di Maluku Utara. Bentuk layanannya yaitu:
pertama, layanan dasar, seperti bimbingan klasikal dengan membaca buku, pengembangan media belajar yang berorientasi proses interaktif, inspiratif, menyenangkan, merangkum materi dan menceritakan kembali materi tersebut. Sehingga memotivasi peserta didik untuk aktif dalam membaca atau mereflesikan apa yang dibaca.
Selain itu, pemberian tugas dengan mencari materi di internet sesuai dengan topik yang dibahas dan merangkum dalam bentuk catatan di buku, voice note, powerpoint, video pendek atau media lainnya.
Kedua, layanan responsif. Seperti penerapan konseling dengan teknik biblioterapi untuk membantu menyelesaikan masalah siswa. Biblioterapi adalah penggunaan buku atau bacaan dengan tujuan sebagai metode penyembuhan, biblioterapi juga bisa dilakukan dengan mendengarkan cerita, menonton film, puisi teatrikal atau drama dan melihat gambar. Sehingga proses penyembuhan tidak terkesan kaku atau monoton sebaliknya proses akan terasa menarik dan menyenangkan (Shechtman, 2011).
Ketiga, layanan perencanaan individual. Seperti layanan peminatan perencanaan karier : literasi jenis-jenis pilihan studi lanjut, informasi seleksi masuk perguruan tinggi melalui internet, dan mading dalam bentuk brosur universitas, pelatihan serta informasi lowongan kerja untuk membantu merencanakan masa depan, memilih peminatan sesuai pilihan studi lanjutnya dan dunia kerja.
Keempat, dukungan system melalui kebijakan sekolah berupa pengembangan pojok baca di setiap kelas, mengundang para influncer yang dapat membranding urgentnya literasi, lomba literasi perpustakaan untuk merangsang minat membaca peserta didik dan termotivasi oleh temannya yang mendapatkan penghargaan literasi perpustakaan dimana anak mendapat penghargaan karena memperoleh skor tertinggi mengunjungi dan meminjam buku diperpustakaan yang diumumkan setiap satu tahun sekali.
Literasi yang dilakukan di sekolah, terutama dalam kurikulum merdeka bisa dalam berbagai jenis yaitu literasi baca tulis, literasi numerasi, literasi digital, literasi sains, literasi finansial, literasi budaya dan kewargaan.
Dengan kegiatan literasi diharapkan kemauan dan kemampuan siswa/i berliterasi dapat meningkat serta bisa mengembangkan keterampilan individu baik secara akademik maupun non akademik. Seperti dapat menambah pengetahuan, berpikir kritis dalam memecahkan masalah, memiliki kemampuan komunikasi secara efektif untuk mengembangkan potensi, dan berpartisipasi dalam kehidupan masyarakat.(*)
Komentar