Polemik UKT dan Pendidikan Tersier, Petaka bagi Bangsa
Oleh: Rifan Basahona
(Ketua Kebijakan Pablik KAMMI Kota Ternate)
Penyakit bangsa har ini serasa makin kambuh, kian hari makin kerasa bangsa ini berada dipenghunjung kehancuran, berbagai ketimpangan terus menghampiri kita, para penguasa bukan sibuk untuk memperbaiki akan tetapi mereka hadir kedepan publik dengan mengeluarkan stekmen-stekmen serta regulasi yang sangat jauh dari harapan kita secara bersama, tentu hal ini bukan suatu pandangan subjektif dari penulis akan tetapi sudah menjadi keresahan bagi semua pihak.
Terlepas dari penyakit politik yang baru-baru saja kita lewati dalam kontestasi pemilihan serantak 2024 kemarin, hari ini publik kembali dikagetkan dengan rencana penaikan UKT (Uang Kuliah Tunggal) serta pernyataan-pernyataan yang menyayat hati kita, rasanya seperti itu bagi kita semua yang berada dalam posisi kelas sosial yang paling bawa yakni Masyarakat petani, buru, nelayan dan lain sebagainya, dan bagi mereka yang berada dalam kelas sosial yang paling atas mungkin tidak merasakan, akan tetapi kalau mereka punya hati nurani pasti merasa jiji melihat hal tersebut.
Polemik di bangsa ini serasa tidak pernah final untuk dibahas, munkin karena kita masi kurang banyak mencetak generasi-generasi yang cerdas serta bermoral ataukah ada faktor lain yang perlu diefaluasi ataukah perlu ditingkatkan lagi sosialisasi tentang pentingnya pendidikan bagi seorang manusia, tentunya iya kita masi kekurangan orang-orang yang sadar akan pendidikan disamping itu juga wajah pendidikan kita yang masi diwarnai oleh kepentingan-kepentingan golongan tertentu, oleh karena itu jangan salah kalo kita masi dikepung dengan begitu banyak masalah.
Pendidikan sendiri merupakan bagian integral yang tidak bisa dinafikan dalam sebuah banhgsa atau negara, bahkan pendidikan sendirilah yang menjadi ruh bagi suatu negara atau bangsa tersebut, karena dengan mendapatkan pendidikan orang-orang bisa tercerah, cerdas dan bermoral dalam melihat perjalanan hidup serta apa yang menjadi tugas serta tanggungjawab mereka di bangsa ini.
Ketika manusia telah mampu memaknai kehidupan mereka maka kita akan temukan kedamaian dan ketertibaan bersemayam diatas muka bumi, dan pendidikanlah tempat bagi manusia untuk menggali makana hidup tersebut, dengan demikian dalam Undang Undang Dasar Negara kita ditekankan bahwa, mencerdaskan kehidupan bangsa agar dapat melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekan perdamian abadi dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Secara antropologi juga dapat dijelaskan bahwa manusia dapat disebut sebagai manusia seutuhnya jikalau ketika lahir ke muka bumi ia bersentuhan dengan Pendidikan, karena dengan pendidikanlah yang akan mengantarkan seorang manusia melepaskan sifat hewani yang sewenang-wenang menuju kepada sifat insani yang bermartabat, sehingga kehidupan ini dapat berjalan sesuai dengan fitrahnya.
Maka perlu dipandang penting bahwa pendidian merupakan satu aspek yang harus menjadi perhatian serius oleh setiap stekholder di bangs ini, dan tidak bisa dipandang secara remeh. Semua warga masyarakat harus difasilitasi oleh pemerintah dengan sebaik mungkin untuk mengenyam pendidikan, sebagai representasi dari sebuah amanat Undang-Undang Dasar negara kita.
Bahkan jika kita maknai lebih dalam sila ke-5 pancasila dan alinea ke-4 UUD 1945 rakyat Indonesia seharusnya diberikan pendidikan secara gratis dan terus memberikan mereka dorongan untuk terus menempuh pendidikan setinggi mungkin.
Namun hari-hari ini fakta diatas terasa diabaikan pendidikan bukan lagi menjadi ajang mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut melaksanakan ketertiban dunia, akan tetapi pendidikan menjadi ajang komersialisasi bagi orang-orang tertentu untuk terus melanggengkan kekayaan mereka, dan menjadi ajang pembagian kelas-kelas sosial dalam masyarakat bahwa ada yang kaya ada yang miskin, ada yang mampu dan ada yang tidak mampu, sehingga seakan-akan kita membatasi sebagian masyarakat untuk mengenyam pendidikan, padahal pendidikan seharusnya berjalan sepanjang hayat.
Dari tahun ketahun hal ini telah menjadi keresahan kita semua bahwa seakan-akan orang yang memiliki pendapatan tinggi saja yang kemudian berhak menjadi warga masyarakat yang terdidik, kenapa demikian karena pendidikan telah dijadikan sebagai sebuah pasar, ketika kamu masuk pasar harus membawa duit sesui dengan apa yang dibeli jika tidak maka harus siap pulang dengan tangan kosong.
Wajah Pendidikan kita terus dicemari oleh melonjaknya biyaya pendidikan, dan yang menjadi korbanya lagi-lagi adalah orang miskin, pendidikan yang awalnya menjadi harapan untuk mengangkat derajat, harkat dan martabat bangsa, berbalik haluan menjadi sebua komoditas yang diperjual belikan oleh kalangan tertentu.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar