Tambang, Tanah, dan Luka yang Terus Diabaikan di Maluku Utara

Nokiskar Samuel Hulahi

Negara yang Berpihak pada Modal

Kekecewaan publik semakin dalam ketika melihat pemerintah daerah justru terlibat dalam bisnis tambang. Dalam rapat Komisi IV DPR RI bersama Menteri Kehutanan (23/9/2025), nama Gubernur Maluku Utara, Sherly Djoanda, disebut terkait perusahaan tambang nikel PT Karya Wijaya di Pulau Gebe yang diduga beroperasi tanpa izin resmi.

Jika benar, ini bukan hanya pelanggaran hukum, tetapi juga bukti bahwa kekuasaan dan modal telah bersekutu di atas penderitaan rakyat. Dalam teori ekonomi politik kekuasaan (Robert Cox, 1981), negara kerap menjadi instrumen kepentingan ekonomi elit.

Pemerintah, yang seharusnya menjadi pelindung kepentingan publik, justru berubah menjadi bagian dari struktur yang menindasnya. Maka, tak heran bila masyarakat semakin kehilangan kepercayaan terhadap negara.

Gerakan dari Akar Rumput

Namun di tengah situasi yang muram ini, ada secercah harapan. Di berbagai tempat, warga mulai bersuara. Mereka menulis surat, membuat video, berdiskusi di balai desa, dan menolak tambang demi mempertahankan sumber air. Mereka mungkin tidak menyebut dirinya aktivis, tapi tindakan mereka adalah bentuk nyata dari perlawanan.

Teori gerakan sosial baru (Alain Touraine, 1985) menjelaskan bahwa gerakan masyarakat kini tidak selalu lahir dari ideologi besar, melainkan dari pengalaman hidup sehari-hari dari keresahan atas lingkungan, identitas, dan masa depan komunitasnya. Dan itulah yang kini tumbuh pelan-pelan di Maluku Utara.

Menjaga Harapan

Saya tidak membawa solusi besar. Tapi saya percaya bahwa perubahan bisa dimulai dari kesadaran kecil: dari kemauan untuk bertanya, mendengar, dan tidak menutup mata.

Dalam pandangan Paulo Freire (1970), kesadaran kritis adalah langkah pertama menuju pembebasan kesadaran bahwa kita punya hak untuk menentukan arah hidup dan masa depan tempat kita berpijak.

Gerakan dan kepedulian sekecil apa pun, adalah bentuk cinta terhadap tanah air. Maluku Utara sedang diuji. Tapi selama masih ada yang berani resah dan memilih untuk peduli, maka harapan belum benar-benar hilang. (*)

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...