Pulau Mangoli Tak Layak Ditambang

Surat Terbuka untuk Presiden Prabowo Subianto

Haiyun Umamit

Pertanyaannya sederhana:
Apakah pulau sekecil ini sanggup menanggung beban eksploitasi sebesar itu?
Apakah kita rela mengganti hutan dan ladang dengan lubang-lubang tambang?
Apakah kita tega menyaksikan nelayan kehilangan ikan karena laut tercemar, atau petani kehilangan lahan karena tanah dirampas atas nama izin?

Bapak Presiden,
Pembangunan ekonomi tidak boleh dibayar dengan kehancuran ekologi. Apalagi di tengah semangat Indonesia Emas 2045 yang Bapak gaungkan, di mana pilar ekonomi hijau menjadi salah satu tumpuan utama.

Baca Juga: Tambang Menghancurkan Masa Depan

Ekonomi hijau berarti menjunjung tinggi kelestarian lingkungan dan menjadikan keberlanjutan sebagai prinsip dasar pengelolaan sumber daya.

Maka, bagaimana mungkin sebuah pulau kecil, dengan daya tampung ekologis yang terbatas, justru menjadi ladang eksploitasi industri tambang?

Kita tahu, industri tambang bukan hanya meninggalkan lubang, tetapi juga luka sosial. Konflik antarwarga, kehilangan identitas budaya lokal, ketimpangan ekonomi, hingga trauma ekologis, adalah daftar panjang yang hampir selalu mengikuti jejak perusahaan tambang, terutama di kawasan-kawasan kecil dan terisolasi seperti Mangoli.

Baca Juga: Penjara untuk Rakyat, Karpet Merah untuk Tambang

Tambang bukan hanya soal batu dan nikel. Ia menyentuh dasar-dasar kehidupan: udara, air, tanah, dan kebersamaan sosial.

Bapak Presiden yang Mulia,
Kami, masyarakat Mangoli, bukan anti-pembangunan. Kami sadar, negeri ini butuh sumber daya untuk membangun jalan, sekolah, rumah sakit, dan infrastruktur lainnya.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...