“Menggugat Represifitas Tambang dan Aparat”
Suara yang Dihempas

Jejak kotor pertambangan di Halmahera Timur dan Halmahera Tengah bukan lagi persoalan yang rahasia, telah banyak hiruk pikuk yang dilahirkan oleh pertambangan yang ada hari ini.
Lihat saja bagaimana PT IWIP yang beberapa tahun lalu digempur habis-habisan oleh banjir akibat pembabatan hutan yang masif, tercemarnya Sungai Sagea, Masyarakat Sawai yang kehilangan ruang hidup, dan lain-lainnya lagi.
Sedang di Halmahera Timur, ingat ketika kala itu PT Priven Lestari dihadang oleh warga Buli karena dengan satu tujuan, yakni memikirkan masa depan generasi Wato-wato, dan tentunya yang masih hangat hari ini, PT STS yang dikecam oleh Masyarakat Adat Maba Tengah, dan tak lupa juga dengan PT Position di hutan adat Maba Sangaji.
PT STS dengan aparat kepolisan hari itu dengan brutal menghadang masyarakat adat Maba Tengah, bahkan ada satu warga yang harus menahan perihnya tembakan yang dilepasakan oleh aparat kepolisian.
Juga yang paling sadis hari ini, 25 Masyarakat Adat Maba Sangaji yang ditangkap dan dikiriminalisasi secara bengis oleh aparat kepolisian, (Pikiranpost,com.).
Inilah wajah negara, bila ada petani dan masyarakat adat yang melawan tambang hanya karena hendak menjaga tanahnya, justru harus dikriminalisasi, dituduh preman dan bahkan dicap mengaggu aktivitas perusahaan.
Padahal telah jelas, bahwa mereka yang hari ini berjuang tanpa henti untuk menjaga tanah dan hutan adat ini adalah orang-orang asli yang hidup dan tumbuh besar di atas tanah leluhur mereka. Dan ini hak yang telah mereka warisi dari para moyang, tambang tak punya hak atas tanah dan hutan ini.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar