DPRD Maluku Utara Angkat Bicara Soal 11 Warga Haltim yang Ditetapkan Tersangka karena Menolak Aktivitas Tambang PT Position

Sofifi, malutpost.com -- Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Maluku Utara (Malut), Nazlatan Ukhra Kasuba, angkat bicara soal langkah Polda Malut yang menetapkan 11 warga Kabupaten Halmahera Timur (Haltim) sebagai tersangka karena aksi unjuk rasa di PT Position, pada Jumat (16/5/2025) lalu.
Belasan warga itu ditetapkan tersangka karena diduga membawa barang tajam berupa parang dan tombak saat melakukan aksi, serta satu orang diantaranya diduga merampas 18 kunci alat berat.
Nazlatan Ukhra Kasuba mengatakan, Polda dalam menangani kasus ini mestinya mengedepan langkah persuasif atau pendekatan untuk penyelesaian. Sehingga tidak ada yang saling merugikan antara satu dengan yang lain, terutama masyarakat local.
"Masyarakat ini kan, menyuarakan hak karena adanya kerugian atas aktivitas tambang PT Position. Maksudnya, dengan aktivitas tambang itu, masyarakat mendapatkan dampak pencemaran sungai dan lainnya," ungkap Nazlatan Ukhra Kasuba, Selasa (20/5/2025).
Nazla meminta Kapolda Maluku Utara, Irjen Pol. Waris Agono agar menyelesaikan masalah ini dengan kekeluargaan, sehingga 11 tersangka itu dapat dibebaskan.
"Kalau mereka didapatkan membawa senjata tajam kemudian diamankan, saya pikir masih ada langkah pembinaan. Alasan ini, karena masyarakat tidak tahu menahu soal hukum, yang mereka tau apa yang dilakukan perusahaan salah, karena merugikan dari sisi pencemaran sungai dan lainnya," terang Nazla.
Dia juga mengingatkan, bahwa negara hadir untuk masyarakat. Itu artinya tidak boleh terhenti pada slogan, tapi harus diwujudkan dalam perlindungan nyata di lapangan.
"Hari ini, jika masyarakat adat diperlakukan sebagai pelanggar hukum karena mempertahankan tanah leluhur, maka kita perlu bertanya, dimana posisi keadilan itu," tegasnya.
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Malut itu, menekankan bahwa penegakan hukum tidak boleh bersifat selektif. Negara harus hadir tidak hanya sebagai alat kekuasaan, tapi sebagai pelindung hak warga negara yang sah.
"Penegakan hukum jangan hanya tajam ke rakyat kecil. Jika hutan adat ratusan hektar bisa hilang tanpa suara, lalu warga yang bersuara ditangkap, maka ini bukan sekadar pelanggaran hukum, tapi ini soal keadilan," tandasnya.
Untuk itu, Nazla mendesak agar akses bantuan hukum dibuka seluas-luasnya bagi warga yang saat ini ditahan. Dan Polda Malut harus menjamin keterlibatan kuasa hukum dan membuka transparansi proses hukum kepada publik.
"Saya juga mendesak Komnas HAM dan Kementerian LHK untuk segera menginvestigasi potensi pelanggaran hak masyarakat adat dan kerusakan lingkungan yang terjadi," tandasnya. (one)
Komentar