Membaca Ulang Morotai Sebagai Pintu Gerbang Pertahanan Indonesia di Pasifik

Oleh: Muhammad Asmar Joma
(Ketua Bidang Kemaritiman dan Agraria HMI BADKO Malut)
Di tengah pergeseran kekuatan global dari Atlantik ke Indo-Pasifik,dan konflik Timur-Tengah, Eropa antara Rusia-Ukraina, AS-Tiongkok telah meruba lenskap geopolitik global yang tidak memiliki kepastian saat ini. Apalagi dunia saat ini bergeser pada pertarungan teknologi AI (kecerdasan buatan).
Dijelaskan oleh (Gurjar, 1974) dalam The Superpowers’Playgroun: Djibouti and Geopolitics of the Indo-Pacific in the 21st Cantury, kawasan Asia Pasifik dengan kaya dengan sumber daya, sejarah, budaya, ekonomi yang berkembang, dan pasar negara yang berkembang, telah menajadi pemangku kepentingan utama dalam tatanan dunia yang berubah-ubah.
Pada masa Perang Dunia II, pada Juli 1944 Jenderal Douglas MacArthur memilih Morotai sebagai pangkalan udara utama dalam kampanye Pasifik, karena posisinya yang vital dalam mendukung pembebasan Filipina (Kompas, 2022).
Pertempuran Morotai: Latar Belakang, Kronologi, dan Akhir. Kini, dalam konteks dinamika geopolitik Indo-Pasifik yang semakin kompleks, Morotai kembali menarik perhatian, terutama sebagai calon gerbang pertahanan nasional di kawasan timur.
Ketika Amerika Serikat memperluas pengaruhnya di Indo-Pasifik dengan squad AUKUS dan negara-negara G7, dan Tiongkok membangun pertahanan dan hegomoni di jalur maritim Laut China selatan di tambba dengan kekuatan baru BRICS sebagai blok baru geopolitik global.
Tentu ini menjadi satu ancaman baru bagi Indonesia dalam menetapkan kebijakan strategis negara pada aspek maritim.
Apalagi Amerika Serikat saat ini berhubungan mesra dengan Australia, Papua New Guinea, Filipina, kepentingan Amerika Serikat untuk membangun kekuatan pertahanan di Indo-Pasifik sangat terlihat, hanya untuk melawan hegomoni Tiongkok di Laut Cihina Selata dan perebutan jalut selat malaka.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar