Dinkes Maluku Utara Ungkap Dugaan Penyebab Keracunan Pangan di Lingkar Tambang Halmahera Tengah

Sofifi, malutpost.com - Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Maluku Utara (Malut) merekomendasikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halmahera Tengah (Halteng) untuk mengambil langkah konkret memastikan tingkat higienis makanan di setiap rumah makan yang ada di lingkar tambang. Ini menyusul adanya kejadian luar biasa (KLB) keracunan pangan di desa lingkar tambang Halteng.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari Dinkes Halteng, diduga telah terjadi keracunan pangan di dua desa, yaitu Desa Waleh dan Fritu Kecamatan Weda Utara pada Selasa ( 21/1/2025) lalu. Ini diketahui setelah pasien atau penderita keracunan pangan berobat ke Puskesmas Sagea.
Korban tercatat sebanyak 67 orang, satu diantaranya mendapat rujukan ke RSUD Weda. Sebagian besar pasien yang keracunan merupakan karyawan PT Tempopress Internasional Delivery (TID) yang juga subkontraktor dari PT Bakti Pertiwi Nusantara (BPN). Keduanya merupakan perusahaan tambang nikel yang beroperasi di Halteng.
Kronologisnya, pada Selasa (21/1/2025) sekitar pukul 07.00 WIT, beberapa karyawan PT TID menuju rumah makan mengambil makanan untuk sarapan. Dari total 158 karyawan PT TID, hanya 40 karyawan yang mengambil sarapan dengan jumlah satu sampai dua bungkus. Sebagia makanan itu dibawa pulang untuk dikonsumsi oleh keluarganya masing-masing. Beberapa saat setelah mengonsumsi makanan tersebut, timbul gejala keracunan pangan. Sehingga mereka melakukan pengobatan di Puskesmas Sagea.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinkes Malut dr. Rosita Alkatiri mengatakan, setelah menerima informasi dari Dinkes Halteng pada pukul 15.00 WIT, Selasa (21/1/2025), Dinkes Malut langsung melakukan verifikasi terhadap rumor KLB keracunan pangan dan penyelidikan epidemiologi (PE) dengan terjun langsung di lapangan.
Hasil penyelidikan awal diketahi 67 orang mengonsumsi makanan yang sama. Mereka mengalami gejala keracunan, yaitu mual, muntah, pusing, nyeri perut, BAB encer dan lemas. Puluhan orang ini, diketahui mengonsumsi makanan berupa ayam suwir campur kacang goreng, nasi dan mie goreng yang disediakan PT TID untuk sarapan karyawan.
"Setelah menerima laporan dari Dinkes Halteng, besoknya pada Rabu (22/1/2025) langsung mengirim Tim Gerak Cepat (TGC) Dinkes Malut ke lokasi kejadian. Masing-masing Sarfia Saere, Sari Lestari dan Abd.Haris H.Muhammad. Mereka turun melakukan penelusuran dan menemukan 67 orang yang mengkonsumsi makanan itu, mengalami gejala yang berbeda-beda. Di mana gejala klinis yang paling banyak adalah muntah sebanyak 33 orang, mual sebanyak 30 orang, diare 19 orang, nyeri perut 18 dan lemas satu orang" tutur Rosita, Sabtu (25/1/2024).
Kata dia, berdasarkan gejala dan sumber penularan yang ditemukan Dinkes Malut, yang paling memungkinkan penyebab dugaan keracunan pangan ini adalah bakteri vibrio parahaemolyticus atau bakteri akuatik yang ditemukan di sungai, muara, kolam, dan lautan.
Namun, berdasarkan masa inkubasi kuman patogen, Dinkes mencurigai disebabkan oleh bakteri Bacillus Cereus atau parasit bawaan makanan yang dapat menghasilkan racun. Ini berdasarkan masa inkubasi serta keluhan yang dirasakan penderita keracunan makanan.
"Dari gejala, penyebab keracunan ini dicurigai adalah bakteri Vibrio Parahaemolyticus dan Bacillus Cereus. Tapi, kepastiannya membutuhkan hasil pemeriksaan laboratorium. Karena saat ini kami juga masih menunggu hasil pemeriksaan sampel makanan di BPOM Malut. Mudah-mudahan hasilnya bisa dikeluarkan secepatnya," jelasnya.
Berdasarkan hasil Penyelidikan Epidemiologi, Dinkes Malut menyimpulkan, KLB keracunan pangan ini lebih banyak menyerang laki-laki dengan persentase sebesar 91 persen dan perempuan sembilan persen. Sementara rata-rata tingkat serangan (Attack rate) tertinggi berdasarkan umur dalam kasus ini, menyasar kelompok umur 30 sampai 35 tahun. Namun, terdapat tiga penderita balita dengan umur nol sampai lima tahun.
"Dalam kasus serangan keracunan ini, sampai kejadian fatal tidak ada sama sekali. Kemudian dari hasil Inspeksi Kesehatan Lingkungan (IKL) di rumah makan nasi kuning yang menjadi suplai makanan di PT TID, didapatkan skor inspeksi sebesar 79,11 dan dinyatakan tidak memenuhi syarat higienis sanitasi," tukasnya.
Kepala Unit Donor Darah (UDD) PMI Malut ini menambahkan, untuk itu Dinkes merekomendasikan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Halteng menutup sementara rumah makan nasi kuning tersebut dan melakukan pembinaan. Jika sudah memenuhi persyaratan higienis sanitasi, baru dapat dioperasikan kembali.
Lalu, Dinkes Halteng harus memastikan seluruh Puskesmas melakukan inspeksi Kesehatan lingkungan, pemeriksaan sampel pangan secara berkala dan melakukan pelatihan keamanan pangan siap saji di tempat pengelola pangan (TPP).
Selain itu, Ita sapaan karibnya meminta, Dinkes Halteng juga harus memastikan ketersediaan reagen sanitarian kit di puskesmas untuk melakukan pemeriksaan cepat apabila terjadi KLB penyakit berbasis lingkungan.
"Dinkes Halteng dan Puskesmas juga perlu memastikan pengambilan serta pengiriman sampel kurang dari 1x24 jam ke laboratorium terakreditasi atau yang ditunjuk pemerintah. Sekaligus puskesmas juga melakukan inspeksi kesehatan lingkungan, pemeriksaan sampel pangan secara berkala dan melakukan pembinaan di TPP," tegasnya.
Sembari menegaskan, puskesmas harus aktif melakukan surveilans, melaporkan secara rutin melalui aplikasi Sistem Kewaspadaan Dini dan Respon (SKDR) dan menginput laporan kejadian di Even base Survailans (EBS). Serta melakukan desiminasi informasi mengenai respon cepat penanganan KLB ke pihak terkait. Sementara PT TID harus dapat bekerja sama dengan catering atau warung makan lain yang higienis sanitasi, sebagaimana direkomendasikan Dinkes atau Puskesmas.
"PT TID juga harus berkoordinasi dengan puskesmas terkait persiapan penyediaan dapur atau kantin permanen dalam perusahaan, sehingga dapat sesuai dengan persyaratan kesehatan," pungkasnya. (cr-01)
Komentar