Psikolog Klinis Maluku Utara Soroti Pemeriksaan Kesehatan Jiwa

Khairunnisa

Sofifi, malutpost.com - Pelaksanaan tes kesehatan jiwa untuk memenuhi syarat administrasi penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) dan pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di beberapa wilayah Maluku Utara (Malut), diduga tidak sesuai prosedur.

Sebab tolak ukur mengikuti pemeriksaan jiwa ini, hanya sebagai formalitas untuk memenuhi syarat administrasi. Bahkan, praktik ini juga diduga melanggar regulasi. yang berlaku. Padahal, pemeriksaan jiwa merupakan aspek penting untuk mendeteksi gangguan mental dan kesehatan seseorang sebelum ditempatkan dalam posisi atau jabatan tertentu jika dalam konteks penerimaan pegawai di lingkup pemerintahan.

Menanggapi fenomena tersebut, Ketua Ikatan Psikologi Klinis (IPK) Indonesia Wilayah Malut, Khairunnisa, S.Psi.,M.Psi.,Psikolog mengatakan, pemeriksaan kejiwaan harusnya tidak bisa dilakukan secara serampangan atau asal-asalan, apalagi hanya sebagai formalitas.

Karena pemeriksaan jiwa juga mempunyai payung hukum yang mengatur mekanisme dan prosedur pelaksanaannya. Di mana lembaga yang menanganinya selain memiliki legalitas, dan harus memenuhi kriteria krusial lainnya.

Seperti yang menangani pelaksanaan tes ini, harus melibatkan Psikiater dan Psikolog Klinis dalam Tim Pemeriksanya. Bahkan, juga diatur fasilitas berupa ruangan dan lainnya. Sebagaimana Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 29 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Jiwa.

"Pertanyaan kemudian, apakah dalam pemeriksaan ini, sudah dilakukan sesuai mekanisme dan prosedur atau tidak. Sebagaimana yang dicantumkan dalam Permenkes tersebut," tandas Alumnus Universitas Gunadarma Jakarta ini kepada malutpost.com, belum lama ini.

Perempuan yang karib disapa Riri ini menyampaikan, prosedur pemeriksaan jiwa perlu didudukkan secara baik. Sebab diduga ada kesalahpahaman dalam memahami peran Psikiater dan Psikolog.

Padahal, keduanya memiliki peran yang berbeda, tetapi ada yang mengartikannya sama. Dimana Psikolog merupakan sarjana psikologi yang telah mengikuti program akademik sarjana psikologi dan program profesi sebagai psikolog. Sedangkan psikiater adalah dokter spesialis yang telah menyelesaikan pendidikan sarjana kedokteran, pendidikan profesi sebagai dokter dan pendidikan spesialisasi kedokteran jiwa.

"Psikolog dan psikiater ini sama-sama berperan penting dalam perawatan kesehatan mental. Keduanya juga kerap bekerja sama untuk menangani masalah kesehatan jiwa. Tapi, kondisi yang sering terjadi saat ini, psikolog dan psikiater malah jalan sendiri-sendiri," paparnya.

Magister Universitas Persada Indonesia YAI ini menyebut, pemeriksaan kesehatan jiwa harusnya dapat dilakukan secara serius dan sesuai prosedur. Karena banyak aspek yang dapat digali melalui pemeriksaan jiwa untuk melihat potensi dan kekurangan individu bersangkutan.

Misalnya untuk penerimaan CPNS atau PPPK, dapat menjadi catatan Badan Kepegawaian Daerah (BKD) untuk mendapat gambaran berupa aspek kejiwaan, kepribadian, intelektual (IQ) dan sikap kerja dari calon pegawai tersebut.

Namun, kenyataannya, kebanyakan dalam pemeriksaan kejiwaan tidak tuntas melihat semua aspek dimaksud. Sehingga hanya memfokuskan pada pemeriksaan kesehatan jiwa, sementara aspek kepribadian, intelektual dan sikap kerja malah diabaikan alias tidak diperiksa.

Padahal, tiga aspek itu juga penting dan menjadi prasyarat dalam Permenkes Nomor 29 tersebut.

"Harusnya pemerintah sudah aware (sadar) dengan problem ini. Agar tidak menjadikan pemeriksaan kesehatan jiwa sebatas formalitas. Karena memiliki dampak negatif terhadap penerimaan pegawai atau karyawan," tuturnya.

Lanjut Riri, jika pemeriksaan kesehatan ini dapat dilakukan sesuai prosedur, instansi berkepentingan bisa lebih mudah dalam melihat kepribadian calon pegawai. Sehingga sangat disayangkan praktik ini terus dibiarkan.

Dia mencontohkan, jika tidak mempunyai gambaran kepribadian, maka pimpinannya tidak bisa memahami kesehatan mentalnya. Walhasil, ada pegawai yang gampang stres dan gangguan mental lain pun tidak bisa ditangani. Padahal, harusnya ini dapat diprediksi lebih awal melalui pemeriksaan kesehatan jiwa tersebut jika dilakukan sesuai prosedur.

"Kalau pemeriksaan kesehatan ini dilakukan secara sesuai, instansi berkepentingan bisa mendapatkan gambaran yang jelas untuk menempatkan pegawai sesuai kondisi mentalnya. Karenanya, pemeriksaan kesehatan jiwa ini harus menjadi atensi serius pemerintah. Terutama dalam penerimaan ASN."

Sehingga tidak hanya dijadikan formalitas untuk memenuhi persyaratan administrasi. Apalagi sejauh ini, jika dilihat pemeriksaan jiwa yang dilakukan di Malut, kebanyakan belum sesuai prosedur. Untuk itu, kami berharap ada perhatian khusus pemerintah dalam menegakkan aturan pemeriksaan jiwa," pungkasnya. (cr-01)

Komentar

Loading...
Hari Pers Nasional 2025