HIMPSI: Perlu Psikoedukasi Cegah Bunuh Diri

Ternate, malutpost.com - Belakangan ini, masyarakat Maluku Utara (Malut) dihebohkan dengan insiden bunuh diri.
Khusus di Kota Ternate, dalam satu pekan kemarin, dua orang mengakhiri hidup dengan cara gantung diri.
Menanggapi kejadian yang berulang tersebut, Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Wilayah Malut, Syaiful Bahry mengatakan, bunuh diri pada dasarnya adalah sebuah proses.
Artinya, tidak ada tindakan tiba-tiba yang mendorong seseorang untuk melakukan bunuh diri, kecuali yang bersangkutan memiliki gangguan kepribadian.
Apa yang tampak menjadi sebab seringkali hanya merupakan trigger atau pemicu. Syaiful mengambil contoh; biasanya, media menyampaikan bahwa seorang mahasiswa bunuh diri karena orang tuanya tidak mampu membayar biaya kuliah.
Atau seorang oknum aparat menembakkan pistol ke dirinya ketika mendapati istrinya selingkuh. Seorang perempuan yang terjun dari lantai lima mall setelah diputuskan pacarnya dan berbagai informasi kasus bunuh diri lainnya.
Namun, dari hasil telaah lebih lanjut, ternyata apa yang diberitakan bukanlah sebab tunggal yang menyebabkan seseorang menjadi pelaku bunuh diri.
Para pelaku bunuh diri juga tidak mengenal usia, jenis kelamin, pendidikan, strata sosial, ras dan warna kulit. Artinya bunuh diri bisa dilakukan oleh siapa saja, dimana saja dan kapan saja.
Menurut Syaiful Bahry, bunuh diri bisa menular karena bunuh diri dapat dipelajari.
"Dra. Tiwin Herman, Psikolog mengatakan ramainya pemberitaan tentang bunuh diri di media massa pada kurun waktu tahun 2010, membuat semakin banyak orang juga melakukan bunuh diri," ujarnya.
Hasil penelitian membuktikan, ketika ada berita tentang bunuh diri yang diekspos secara mencolok di media massa, media sosial, maka esoknya akan ada orang yang melakukan perilaku bunuh diri (Hawton & Heringen, 2006). Untuk itu, ketika mendapat informasi tentang bunuh diri, jangan diposting secara vulgar korbannya. Cukup memberikan simbol-simbol saja.
Syaiful bilang, pencegahan bunuh diri penting dilakukan dan seharusnya menjadi perhatian bersama. Baik dari orang tua, saudara, keluarga, masyarakat, organisasi profesi, tokoh agama dan juga pemerintah.
Dia harap pemerintah daerah dalam hal ini dinas terkait dapat berperan aktif dalam menyiapkan dan melaksanakan program program kesehatan mental dengan membuat psikoedukasi pencegahan bunuh diri, dengan mengundang psikolog memberikan sosialisasi ke masyarakat.
Utamanya Puskesmas dan Rumah Sakit sudah waktunya menyediakan SDM psikolog untuk memfasilitasi konseling gratis bagi penyintas bunuh diri atau orang yang pernah melakukan percobaan bunuh diri. HIMPSI juga menyediakan akses layanan hotine (119 ext 8) untuk konsultasi masalah kesehatan mental.
"Semoga dapat dimanfaatkan layanan tersebut," tukasnya. (mjp)
Komentar