PPN 12 Persen: Kita Bisa Apa?

Oleh: Khomaroedin M. Arifin
(Kabid P3A HMI Komisariat Ekonomi Unkahir Ternate & Pegiat Lietrasi Nukila)
Denda adalah pajak karena melakukan kesalahan. Pajak adalah denda keran melakukan hal yang benar, (Mark Twain).
Memasuki 2025, masyarakat Indonesia dihadiahi oleh “paket kado” dari Ibu Sri Mulyani sebagai “bundahara negara”.
Tentunya Airlangga Hartarto sebagai “kurir” akan mamastikan agar paket tersebut bisa sampai ke tangan penerima: masyarakat Indonesia. Tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dinaikan menjadi 12 persen sebagai kado.
Alih-alih menerimanya dengan senang. Kado itu justru memancing perdebatan. Karena pasti ada resiko kita tarif pajak dinaikan. Dan apakah resiko itu sudah dipikirkan.
Pemerintah nampak panik sampai begitu getol melakukan agresi di dunia perpajakan. Kepanikan itu nampak jelas, ketika bundahara kita sampai mengeluarkan stetmen; jika tidak bayar pajak, jangan tinggal di Indonesia.
Apakah dengan adanya beberapa kementrian baru pada orde Prabowo sehingga menguras Anggaran Pendapatan Belanja Nasional (APBN)? Mekipun, ikhwal kenaiakan tarif PNN menjadi 12 persen memang sudah dicanangkan jauh-jauh hari. Tepatnya pada masa Joko Widodo.
Setidaknya selama 37 tahun atau sejak 1985, masyakat hanya dibebankan pajak hanya sepuluh persen. Nah, pada periode ke dua Joko Widodo PPN mulai di terawang, pun diotak-atik. Pada Mei 2021, Jokowi mengirim Surat Presiden (Surpres) Nomor R-21/Pres/05/2021 yang meminta agar DPR segera membahas dan merampungkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) yang berisi soal kenaikan tarif PPN.
Pada akhirnya, tarif PPN naik menjadi 11% per 1 April 2022 dan 12% mulai 1 Januari 2025. Walaupun penentapan dilakukan pada masa Joko Widodo. Tapi kok, Prabowo manut saja ketika direalisasikan pada periodenya.
Apakah benar kata Rizal Ramli semua hanya spekulasi semata? Menginggat apa yang menjadi urgensi, hingga kebijakan tersebut harus segera direalisasikan. Menjaga kesehatan APBN, Mengurangi ketergantungan utang luar negri, dan penyesuaian dengan standar internasional.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar