Tambang, Tanah, dan Luka yang Terus Diabaikan di Maluku Utara

Oleh: Nokiskar Samuel Hulahi
(Wakil Sekretaris Umum Pengurus Pusat GMKI Mahasiswa Pascasarjana Universitas Kristen Satya Wacana)
Ada satu pertanyaan yang terus berputar di kepala saya sejak berstudy di Magister Studi Pembangunan: apa makna pembangunan jika yang dibangun justru meninggalkan luka?
Pertanyaan itu lahir dari kenyataan yang saya saksikan sendiri di tanah kelahiran saya, Maluku Utara sebuah wilayah yang kaya akan sumber daya alam, tetapi terus menjadi sasaran eksploitasi besar-besaran.
Dalam beberapa tahun terakhir, aktivitas pertambangan tumbuh masif di Halmahera, Obi, hingga Pulau Gebe. Alat-alat berat datang menggali bumi, menggusur hutan, dan mengubah kampung-kampung nelayan menjadi kaw asan industri nikel.
Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi Selasa, 21 Oktober 2025
Namun, di balik slogan “investasi untuk kesejahteraan”, tersimpan kenyataan lain yang sering tak terdengar: warga kehilangan tanahnya, sungai menjadi keruh, hasil kebun menurun, dan laut tak lagi memberi ikan. Pembangunan yang digadang-gadang membawa kemajuan, justru menyingkirkan masyarakat dari ruang hidupnya sendiri.
Pembangunan yang Tak Berpihak
Dalam teori pembangunan berkelanjutan (Sachs, 1999), pembangunan sejati adalah yang menyeimbangkan tiga dimensi: ekonomi, sosial, dan lingkungan. Sayangnya, yang terjadi di Maluku Utara hanyalah pembangunan yang berpihak pada angka-angka ekonomi, bukan pada keberlanjutan kehidupan.
Saya bukan menolak pembangunan. Saya hanya percaya bahwa pembangunan yang benar seharusnya berpihak kepada masyarakat, bukan mengorbankan mereka. Ketika perusahaan datang membawa izin dan alat berat, lalu warga hanya diberi dua pilihan “terima atau pergi” di situlah pembangunan kehilangan maknanya.
Robert Chambers (1983) dalam teori pembangunan partisipatif menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat lokal dalam setiap proses pembangunan. Namun dalam praktiknya, masyarakat di sekitar tambang justru dijauhkan dari ruang pengambilan keputusan. Suara mereka sering dianggap menghambat investasi.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar