Catatan
Festival Nyao Fufu

Belakangan ini, ketahanan pangan lokal makin terancam. Eksploitasi sumber daya laut oleh korporasi besar, perubahan iklim yang memicu penurunan hasil tangkapan.
Serta pergeseran pola konsumsi masyarakat yang mulai beralih ke makanan cepat saji dan produk impor, menggerus ketersediaan dan keberterimaan pangan lokal.
Baca Juga: Jebakan Pembangunan
Dalam konteks ini, Festival Nyao Fufu tampil sebagai perlawanan budaya terhadap disrupsi tersebut. Festival Nyao Fufu akan segera diselenggarakan secara massal di tepi pantai Kelurahan Dufa-Dufa yang dekat dengan laut.
Kegiatan ini melibatkan warga dalam jumlah besar, yang bersama-sama dengan agenda yang telah disusun, di antaranya membakar dan menyantap ikan, acapkali disertai musik tradisional, doa syukuran, dan pertunjukan budaya lokal.
Festival ini menjadi ruang rekonstruksi identitas kolektif sebagai masyarakat pesisir yang bangga pada budaya dan sumber pangan lokalnya, serta untuk membangkitkan budaya kemaritiman yang selama ini tak lagi bergeliat.
Dalam konteks ketahanan pangan, Festival Nyao Fufu menegaskan kembali pentingnya laut sebagai sumber hidup, serta mendorong regenerasi kesadaran akan nilai-nilai lokal yang mulai luntur. Festival ini juga memiliki dimensi ekonomi-politik.
Baca Juga: Menggugat Narasi Kemajuan, Merayakan Pulau
Di beberapa daerah, masyarakat nelayan mengalami tekanan akibat kebijakan zonasi laut, privatisasi ruang pesisir, hingga masuknya produk ikan beku impor yang menurunkan harga ikan lokal (Satria, 2015:147).
Dalam hal ini, Festival Nyao Fufu menjadi media kritik sosial, sekaligus usaha membalik narasi pembangunan yang selama ini menyingkirkan suara masyarakat pesisir/maritim.
Baca Halaman Selanjutnya..



Komentar