Warisan yang Terkubur dalam Gemuruh Pembangunan

FAGOGORU

Riski Ikra

Maka, menghidupkan kembali Fagogoru bukanlah tindakan romantis, melainkan bentuk refleksi kritis dan perlawanan terhadap keterasingan budaya yang meluas.

Namun pertanyaannya: di mana posisi DPRD Halmahera Tengah, Pemerintah Daerah khusus Tiga negri : Maba, Patani, Weda, dalam narasi Fagogoru ini? Alih-alih menjadikan Fagogoru sebagai fondasi pembangunan lokal, mereka lebih sering memanfaatkannya sebagai komoditas politik.

Dalam setiap musim pemilu, nama Fagogoru dikutip di spanduk, dilagukan dalam kampanye, ditarikan dalam pembukaan acara-acara seremonial.

Tetapi setelah kekuasaan diraih, nilai-nilainya ditinggalkan di panggung pertunjukan, tidak masuk ke dalam dokumen RPJMD, tidak menjadi roh dalam perda-perda pendidikan, tidak diterjemahkan ke dalam program revitalisasi budaya.

Pemerintah daerah bahkan sering terjebak dalam logika proyek. Pembangunan diukur dari berapa kilometer jalan dibangun atau berapa banyak investor ditarik masuk.

Padahal, di saat yang sama, hutan yang diwariskan leluhur dibongkar habis oleh industri ekstraktif. Laut yang menjadi tempat sakral dan ruang hidup bersama menjadi keruh oleh limbah tambang.

Dan lebih tragis lagi, ketika masyarakat adat berpegang pada prinsip Fagogoru untuk menolak eksploitasi yang melampaui batas, mereka justru dianggap menghambat kemajuan bahkan di penjarakan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6

Komentar

Loading...