“Menggugat Represifitas Tambang dan Aparat”
Suara yang Dihempas

Industri pertambangan di Maluku Utara nampak jelas tidak hanya merubah hutan menjadi pabrik, namun juga menjadi tangan besi yang siap siaga menghadang bahkan memenjarahkan rakyat yang melawan.
Selain Pemda dan DPR yang tidak bersauara, beredar juga kesepakatan tertulis dari beberapa kades yang menghakimi masyarakat adat yang melawan sebagai orang-orang yang menganggu aktivitas pertambangan, lalu berpihak pada PT Position, demikian watak pertambangan, dan ini tidak mungkin tidak disokong oleh oligarki dan korporasi.
Penulis hendak tegaskan, bahwa masyarakat adat yang hari ini melawan kemudian ditangkap dan dipenjara bukanlah preman, mereka adalah orang-orang sadar yang mencintai alam dengan sepenuh hati.
Oleh karena itu, bila tambang terus beropresi dengan aktivitasnya yang mencemari sungai dan membabat semua hutan adat yang ada, maka masyarakat akan terus melawan, hingga tambang itu tumbang sampai ke akar-akarnya.
Adalah benar, bahwa tidak ada pertambangan yang ramah pada lingkungan, apalagi adil pada makhluk hidup, yang ada hanyalah eksploitasi alam dan tenaga manusia secara masif demi untung yang adalah titik akhir.
Halmahera Timur tidak untuk tambang, ia adalah daratan panjang yang menyimpan sejarah juang, kekayaan alam, dan segala ruang hidup yang adalah untuk anak cucu.
Telah cukup sebagian tanah dari negeri ini dijarah dan hasilnya hanya dinikmati oleh segelintir kelompok tertentu, jaga yang tersisah untuk kehidupan yang lebih layak.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar