HMI BADKO Malut Soroti Cela Keamanan Laut di Maluku Utara

Ternate, Malutpost.com — Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Badan Koordinasi (BADKO) Maluku Utara menyoroti lemahnya pengawasan laut di kawasan timur Indonesia, khususnya di wilayah perairan Maluku Utara yang berbatasan langsung dengan Filipina.
Ketua Bidang Kemaritiman dan Agraria HMI BADKO Malut, Muhammad Asmar Joma, memperingatkan, kawasan tersebut berpotensi menjadi jalur masuk kapal asing yang menjalankan misi pengintaian terselubung di bawah kedok riset ilmiah atau pelayaran sipil.
“Kami melihat adanya kekosongan pengawasan yang sangat serius di kawasan Laut Halmahera dan Morotai. Hal ini harus menjadi tugas Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku Utara dan aparata keamanan maritime. Ini bukan hanya soal pencurian ikan, tapi sudah masuk pada kemungkinan penetrasi intelijen asing terhadap kedaulatan laut Indonesia bagian Timur,” kata Asmar dalam keterangannya.
Menurut Asmar, situasi di perairan Morotai dan Halmahera semakin memperlihatkan. Gejala zona kosong pengawasan maritim, yang sangat rentan terhadap penyusupan aktor asing baik negara maupun non-negara yang berpotensi melakukan operasi intelijen bawah laut dengan kedok kegiatan riset ilmiah atau pelayaran sipil dalam beberapa tahun terkahir marak terjadi di Halmahera Timur, Halamerah Utara dan Morotai.
Peringatan ini disampaikan merespons laporan dari berbagai media lokal dan nasional juga keluhan masyarakat setempat akibat pengawasan laut Maluku Utara lemah. Keberadaan kapal riset asing milik Tiongkok, Song Hang, yang dideteksi di perairan Filipina dan sedang dimonitor oleh otoritas setempat karena dicurigai melakukan pemetaan bawah laut untuk kepentingan strategis.
“Jika Filipina bisa sigap dan waspada terhadap kapal seperti Song Hang, maka Indonesia juga seharusnya menaruh perhatian besar pada aktivitas serupa di wilayah perbatasan timurnya, terutama Maluku Utara yang masuk jalur strategis ALKI III,” tambahnya.
Menurut Asmar, Maluku Utara berada dalam jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) III, yang secara hukum internasional membuka peluang pelayaran asing melalui perairan nasional. Namun, menurut Ketua Bidang Kemaritiman dan Agraria, sangat lemahnya sistem pengawasan dan deteksi dini yang memadai di kawasan ini. Seharusnya dijadikan prioritas, mengingat kedekatannya dengan Laut Filipina dan beberapa negara lainnya yang masuk dalam zona yang saat ini mengalami ketegangan geopolitik serius antara China dan aliansi barat.
“Kalau kapal-kapal pencuri ikan dengan sonar bisa masuk dengan mudah, bagaimana dengan kapal riset asing yang memiliki kemampuan jauh lebih canggih? Ini pertanyaan serius bagi aparat keamanan maritim kita. Itu artinya bahwa kita tidak siap dalam menghadadapi ancaman,” tegas Asmar.
Menurut Joma, selama ini narasi strategis kawasan timur terlalu terfokus pada eksploitasi tambang, padahal tantangan paling mendesak ada di sektor kelautan. Laut timur Indonesia bukan halaman belakang. Ia adalah pagar depan republik ini di hadapan dalam kontestasi geopolitik Indo-Pasifik. Tidak ada kedaulatan tanpa penguasaan laut secara aktif.(kun)
Komentar