Jual Beli Lahan dan Nasib Masyarakat di Area Tambang Halmahera Tengah

Kebun warga di kawasan lingkar tambang Kabupaten Halmahera Tengah (Halteng), Maluku Utara nyaris habis tergerus industri pertambangan, mulai dari lahan produktif warga yang berdekatan dengan pemukiman maupun yang jauh.
Patok-patok perusahaan berjejeran di ruas jalan menuju kawasan wisata Goa Boki Moruru Sagea-Kiyaa Kecamatan Weda Utara. Patok bercat merah dan biru berukuran sedang itu bertuliskan “Tanah ini Milik perusahaan PT First Pasifik Mining (FPM)” terpasang di samping area jalan menuju kawasan wisata. Dari patok ke patok penanda tanah milik perusahaan itu berjarak sekitar lima meter yang terpasang pada sisi kiri dan kanan jalan.
Selain PT FPM, ada perusahaan lain yang membeli lahan warga setempat yakni PT Zong Hai, PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Pembebasan lahan untuk kawasan Industri ini tak hanya terjadi di Desa Sagea, sebagian besar desa lingkar tambang mulai dilakukan pembebasan lahan besar-besaran.
Masifnya penjualan lahan warga di Halteng ini seiring dengan perluasan kawasan industri pertambangan dan Proyek Strategis Nasional (PSN) beberapa tahun terakhir. Dampaknya ruang kelola pertanian warga mulai hilang.
Sejak 2012 lalu sesuai Rencana Tata Ruang dan Wilayah (RTRW) jumlah kawasan industri sebesar 4,27 hektar. Sejumlah tersebut saja warga Halteng kehilangan ruang hidup dan melahirkan konflik berkepanjangan. Belakangan luasan kawasan Industri itu justru bertambah setelah disahkan RTRW 2024 lalu, jumlah kawasan industri pertambangan yang masuk Proyek Strategis Nasional (PSN) itu menjadi 13,784 hektar. Hal ini memunculkan kekuatiran dari warga Halteng, yang sudah beberapa tahun terakhir menghadapi ancaman industri pertambangan.
Masry Santuli merupakan satu dari beberapa orang yang enggan menjual tanahnya ke tambang. Dia bersama sang ayah, Anwar Ismail tak mau melepas kebun mereka untuk jadikan kawasan penambangan.
“Ini ancaman sangat serius kepada kami. Ancaman kehilangan ruang hidup secara masif,” kata tokoh pemuda Sagea, Halteng ini saat ditemui Desember akhir tahun lalu.
Di Sagea, hampir tidak ada kebun lagi seperti dulu. Semua lahan di tepi jalan raya antara Desa Sagea menuju Desa Waleh telah dilepas ke tambang. Bahkan kawasan hutan mangrove pun ikut dijual.
Baca halaman selanjutnya...
Komentar