Tinjauan Sosiologis, antara Harapan dan Kenyataan
Maluku Utara dan Pelangi Kepemimpinan

Oleh: Elang Halmahera
Tulisan ini tidak lebih dari sebuah deskripsi biasa, belum memaparkan realitas yang akurat, namun setidaknya menjadi kerangka banding atas kondisi kekinian, antara harapan dan kenyataan.
Tahun 1999 tepatnya 12 Oktober pembentukan Provinsi Maluku Utara dengan Undang – Undang Nomor 46 tahun 1999 dan Undang-Undang nomor 6 Tahun 2003. Merupakan titik awal harapan rakyat Maluku Utara untuk mencapai cita-cita kesejahteraan dan keadilan.
Menjadi Daerah Otonom Provinsi Maluku Utara telah melahirkan tiga pemimpin gubernur dari hasil pemilukada, antara lain: Periode H. Thaib Armaiyn sepuluh tahun memimpin ( 2002-2007, 2008-2013), dan periode Abdul Gani Kasuba juga dua periode (2014-2018, 2018-2023 ) dan kini periode Sherly Tjoanda (2025 – 2030).
Di setiap periode selalu diwarnai dinamika politik yang merupakan implikasi kontestasi dan persaingan kandidat gubernur dan wakil gubernur. Dialektika itu selalu mengumbar perbedaan kelompok, suku, ras dan golongan agama.
Di saat yang sama di dunia maya publik selalu disuguhi suasana eksploitasi terhadap ragam kepentingan kelompok, baik kelompok kepentingan jangka panjang (long term interests, kelompok visi masa depan) dan kelompok kepentingan jangka pendek.
Bagi kelompok kepentingan jangka pendek sering dinamai kelompok“ Barcelona atau bola pendek”. Ini yang lebih banyak mengirim pesan situasi “gawat”, situasi sedang tidak baik baik saja. Semua mengertilah kelompok tersebut.
Dinamika dan Transisi Kepemimpinan
Masih segar dalam ingatan kita ketika periode kepemimpinan Gubernur H. Thaib Armaiyn, tidak sedikit kritik dan cemohan yang dialamatkan kepadanya, media massa ketika itu tidak seramai saat ini namun kualitas kritik selalu hadir, baik di media sosial mapun media pemerintahan (DPRD).
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar