Memahami Kembali Keberadaan

Asyudin La Masiha

Justru sebaliknya, menjadi berharga pada saat “diri” berada di tengah-tengah komunitas sosialnya. Sebagai mahluk yang berada dalam ruang dan waktu, berinteraksi, juga berdinamika dalam masyarakat, manusia sebagai individu menjadi bermakna dalam konteks relasinya dengan manusia yang lain.

Namun tak jarang ditemukan fenomena-fenomena yang berlainan, individu dan individu lainnya saling bersilisih, kelompok satu dengan lainnya berada dalam pusaran konflik bahkan tak jarang mengeksploitasi dan menindas antar individu juga kelompok sehingga keberadaannya justru bukan membawa manfaat malah sebaliknya menimbulkan mudharat.

Mengapa demikian? Jawabanya tak lain dan tak bukan adalah kurangnya pemahaman akan hakikat diri, fungsi dan tujuan dan lebih mengedepankan hawa nafsu.

Pasalnya realitas demikian tak banyak yang memahami, atau mungkin keengangan untuk menyudahi. Seakan menampak sikap acuh terhadap kondisi, padahal patutlah dirinya terlibat untuk menyelesaikan demi terwujudnya kohesi sosial, lebih-lebih kepada keadilan dan kemakmuran dalam berkehidupan.

Kehidupan era modern sekarang yang terlihat adalah demikian, bagaimana kejamnya sistem kapitalis menghendaki ekploitasi dan penindasan manusia atas manusia.

Kondisi yang cenderung mendiamkan, jelas memperlihatkan bagaimana rendah bahkan tiadanya kepekaan diri terhadap lingkungan sosial yang justru menandakan matinya realitas sosial. Asran Salam mendefinisikan kematian sosial adalah tak hidupnya nilai-nilai ketuhanan dalam masyarakat.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7 8

Komentar

Loading...