Kaleidoskop Morotai 2024: Kemarau Panjang ASN hingga Nasib Bali Baru

DARUBA – Tata kelola Pemerintah Kabupaten Pulau Morotai di 2024 cukup memprihatinkan. Hingga akhir tahun ini pemerintah daerah setempat dihadapkan dengan sejumlah masalah urgen yang belum dapat diselesaikan. Diantaranya kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil (PNS), Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) serta pengelolaan destinasi wisata yang menjadi potensi unggulan dan berstatus sebagai pengembangan Kawasan Strategis Pariwisata Nasional (KSPN).
Hingga akhir Desember ini pemerintah daerah masih menunggak hak-hak pegawai, mulai dari tunjangan penghasilan pegawai (TPP) PNS selama empat bulan maupun gaji PPPK. Masalah itu pula yang membuat pemerintah di bawah kepemimpinan Burnawan sebagai Pj. Bupati Morotai didemo berkali-kali.
Bahkan belakangan, aksi massa sampai pada pemboikotan sejumlah kantor pemerintahan termasuk ruang kerja Kepala Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKD). Dampaknya, pelayanan masyarakat terganggu. Tak hanya itu, beberapa waktu kemarin PPPK tenaga kesehatan di Rumah Sakit Umum (RSUD) Ir. Soekarno dan beberapa Puskesmas sempat mogok kerja lantaran tidak mendapatkan kepastian soal pembayaran gaji dan selalu mendapat janji manis dari pemerintah daerah.
Mogok kerja 329 PPPK termasuk nakes ini berdampak pada pelayanan kesehatan yang tidak maksimal di RSUD Ir. Soekarno. Bahkan pasien kebidanan ketika dibawa ke rumah sakit tidak lagi dilayani di ruangan IGD tapi langsung di ruangan kebidanan.
Pelayanan yang tidak maksimal ini juga diakui oleh Direktur RSUD Ir. Soekarno, dr. Intan Imelda Engelbert Tan ketika dikonfirmasi sejumlah awak media. Namun, sebagai penanggung jawab di rumah sakit dirinya tidak bisa berbuat banyak karena masalah pembayaran itu harus berkoordinasi dengan pimpinan, baik Pj Bupati Burnawan, Sekretaris Daerah (Sekda) Muhammad Umar Ali serta Kepala BPKAD Suriani Antarani.
Sementara untuk TPP PNS yang ditunggak berbulan-bulan juga memicu respon negatif dari para pegawai. Selain bersuara meminta agar hak-hak mereka diselesaikan setiap kali apel Senin, juga disertai aksi demonstrasi dan pemboikotan kediaman kantor bupati. Namun lagi-lagi mereka hanya diberi janji tanpa ada kepastian waktu pembayaran yang jelas.
Berbagai macam aksi protes yang dilakukan oleh PNS dan PPPK Pemkab Pulau Morotai berjanji akan membayar sejumlah tunggakan tersebut, tapi menunggu transfer Dana Bagi Hasil (DBH) dari pemerintah pusat. Jika sampai 31 Desember 2024 tidak ada dana transfer yang masuk, maka tunggakan TPP PNS dan gaji PPPK tahun ini akan dibayarkan di 2025 mendatang.
Nasib “Bali Baru” Kini
Dibalik kesejahteraan pegawai yang tak terjamin, Pemkab Pulau Morotai juga terkesan abai dalam mengelola sejumlah potensi daerah yang dimiliki, salah satunya di sektor pariwisata. Hal ini terlihat jelas, sebab beberapa tahun terakhir ini pengelola destinasi wisata tidak begitu maksimal.
Sejumlah fasilitas pendukung yang sudah dibangun untuk pengembangan destinasi wisata juga dibiarkan terbengkalai dan rusak parah. Padahal pembangunan fasilitas itu menghabiskan anggaran miliaran rupiah, sebab destinasi wisata merupakan salah satunya potensi keunggulan yang dimiliki Morotai.
Fasilitas wisata yang terpantau sudah mulai rusak itu, seperti Tanjung Amerika di Desa Pangeo, Kecamatan Morotai Jaya, Pulau Rao, Pulau Tabailenge dan Pantai Rorasa Morotai Utara, Pulau Dodola serta kawasan Water Front City (WFC) di seputaran taman Kota Daruba, Morotai Selatan serta destinasi wisata lainnya Kondisi ini tentu berbanding terbalik dengan status wisata Morotai yang masuk dalam KSPN atau biasa disebut 10 Bali Baru. Status yang diberikan langsung oleh pemerintah pusat itu ternyata hanya hiasan semata. Sebab kenyataannya pengelolaan destinasi di Morotai terkesan amburadul dan tak memberikan dampak apa-apa bagi pertumbuhan ekonomi di daerah maupun masyarakat.
Destinasi wisata yang terabaikan ini, berdampak pada Pendapatan Asli Daerah (PAD) di sektor wisata yang setiap tahun selalu menurun dan tidak sesuai yang ditargetkan. Misalnya di 2023 lalu, target PAD Dinas Pariwisata senilai Rp532.000.000, namun sampai akhir tahun capaiannya hanya di angka Rp18.146.000 atau 3,41 persen. Sementara di 2024 target PAD Dispar sebesar Rp432,000,000, tapi capaiannya sampai Desember baru di angka Rp17.950.000 atau 4,16 persen.
Dari sejumlah persoalan daerah yang terjadi saat ini, tentu menjadi tantangan besar bagi pemerintahan selanjutnya di tahun depan. Sebab, kurang lebih tiga tahun terakhir ini Morotai dipimpin oleh Pj Bupati. Sementara di 2025 nanti akan dilantiknya bupati dan wakil bupati definitif yang terpilih pada pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024, yang nantinya menjalankan roda pemerintahan Morotai selama lima tahun mendatang. Harapan besar masyarakat Morotai, bupati dan wakil bupati yang dilantik nantinya mampu membawa perubahan yang baik tanpa mengulangi persoalan yang sama seperti yang terjadi saat ini. (cr-05/ikh)
Komentar