Mafia BBM

Mendapatkan minyak tanah bersubsidi, mungkin gampang baginya dan para mafioso, tapi bagi ibu saya satu liter minyak tanah itu segala-galanya.
Dengan seliter minyak tanah, satu gelas teh panas bisa tersedia di sore hari dan di minum oleh ibu saya sebelum menunaikan sholat magrib.
Termos air panas juga bisa terisi penuh, sehingga waktu terjaga di malam hari ia bisa menuangkan segelas di atas nasi putih untuk ia makan menunggu subuh.
Dengan seliter minyak tanah, teh pagi dan sore tersedia, serta lauk ibu saya masak dan dapat memenuhi makan siang dan malam keluarga kami.
Kehidupan yang sederhana seperti ibu saya dan masyarakat banyak seperti ini mungkin tidak pernah dirasakan oleh keluarga para mafia BBM.
Karena mereka menjadi kaya hasil dari eksploitasi hak masyarakat, keluarga para mafioso boleh makan apa saja dan berlibur di kota mana saja yang mereka mau.
Tulisan ini saya buat untuk menegakan hak konstitusional ibu saya dan seluruh masyarakat kabupaten kepulauan sula dalam menikmati minyak tanah bersubsidi yang telah di rampas oleh para mafia BBM.
Apakah dengan menzalimi dan membodohi masyarakat mereka akan terus berkuasa? Saya rasa tidak. Hak konstitusional warga negara tidak bisa mereka obok-obok. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia harus dilindungi dan ditegakkan.
Dan tidak selamanya masyarakat bisa dibodohi karena akan datang kaum terdidik yang pernah melihat “Diatas Juanga, panji Al-Hanafiah manyala. Kapata tatanam di dada. Dari Wai Goi Yofa ke Marunda. Bela bangsa menangkan agama”. (PanagPon).(*)
Komentar