Catatan Menjelang Pilkada
Menjaga Moloku Kie Raha dari Pancaroba Demokrasi
Pendidikan tentang sejarah dan nilai-nilai Moloku Kie Raha harus diperkuat, sehingga generasi muda memahami pentingnya menjaga warisan budaya ini dalam menghadapi tantangan zaman.
Di samping itu, kebijakan publik atau political will yang dihasilkan harus mempertimbangkan aspek keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan masyarakat adat, bukan hanya mengejar pertumbuhan ekonomi semata.
Demokrasi yang diterapkan di Maluku Utara harus mampu mengakomodasi sistem nilai Moloku Kie Raha, menjadikannya sebagai kekuatan moral dan sosial yang dapat mengarahkan proses politik ke arah yang lebih adil dan seimbang.
Setidaknya, dalam ikhtiar kolektif kita ke arah sana, penting kiranya untuk sekadar memeriksa atau membaca kembali elan vital dari nilai-nilai (values) yang berlaku di masyarakat, baik secara tradisional maupun modern.
Sebagai cara atau basis episteme-nya dalam rangka menjaga Moloku Kie Raha. Atau dengan lain perkataan, sebagai upaya mencegah Moloku Kie Raha agar tidak terkontaminasi dari efek buruk pancaroba demokrasi.
Sebagai sebuah penegasan tentang bentuk solidaritas Moloku Kie Raha, maka tak elok rasanya jika tidak merujuk pada pandangan penyair Ibrahim Gibra, nama pena dari Prof. Gufran Ali Ibrahim.
Dalam sebuah karyanya bertajuk “Mengelola Pluralisme” (2004), Ibrahim mengemukakan bahwa dalam paradigma multikultural, konflik sosial menjadi pertanda bahwa toleransi saja tidak cukup kuat untuk menjadi piranti bagi kohesi sosial lintas komunitas.
Toleransi dapat menggerakkan kebersediaan mengakui komunitas atau warga lain, tetapi cenderung menempatkan warga lain tersebut dalam posisi sebagai “orang luar” (outsider).
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar