Kesadaran Muda-Mudi terhadap Sejarah: (Berkat dan juga Bencana)

Begitu juga di Indonesia dan Malaysia, diskriminasi agama masih turut disebarluaskan oleh anak-anak muda di sosial media, terutama kepada para penganut agama Katolik dan Kristen--yang dinilai sebagai warisan dari kolonialisme yang tak patut diperlakukan baik-baik.
Di samping itu juga, para pemuda-pemudi ini juga berpotensi dalam menyebarkan misinformasi sejarah dan pseudohistori (sejarah semu) yang begitu diwanti-wanti sejarawan profesional.
Kalangan muda-mudi ini begitu rentan karena pada umumnya mereka memang tidak dibekali dengan gemblengan dasar dalam studi sejarah seperti pengantar, teori, dan metodologi sejarah.
Alhasil, dengan berbekal semangat yang bergebu-gebu tanpa ada bekal-bekal dasar tersebut, mereka rawan akan informasi-informasi yang bisa jadi menyesatkan.
Apabila dibiarkan oleh para sejarawan, justru dapat menyebabkan misinformasi dapat tersebar makin luas. Inilah mengapa, peran sejarawan penting sebagai pemandu agar anak-anak muda ini tidak salah jalur.
Refleksi
Pada akhirnya, baik sejarawan, para pemuda-pemudi, masyarakat, pemutus kebijakan, dan berbagai pihak terkait lainnya mesti kembali melihat diri dengan kepenuhan hati.
Sejarawan perlu menimbang kembali hubungannya dengan publik agar perannya tidak serta-merta kosong begitu saja. Begitu juga dengan para pemuda, jangan sampai semangat dan kreativitas yang membara justru menjadi bahan bakar untuk tindak-tindak negatif.
Sejarawan, pemerintah, dan masyarakat perlu menjadi pemandu yang baik agar bisa mengarahkan, agar kedepannya muda-mudi ini dapat menjadi pencerah untuk umat manusia secara keseluruhannya.(*)
Opini ini sudah terbit di koran Malut Post edisi. Rabu, 28 Agustus 2024
Link Koran Digital: https://www.malutpostkorandigital.com/2024/08/rabu-28-agustus-2024.html
Komentar