Kesadaran Muda-Mudi terhadap Sejarah: (Berkat dan juga Bencana)

Mulai dari persoalan administratif kampus yang relatif rumit, kewajiban pemenuhan Tridharma Perguruan Tinggi yang harus rutin disetor ke sistem tiap semester, pengejaran IKU yang penilaiannya kuantitatif, dsb. membuat sejarawan-sejarawan yang umumnya bekerja di universitas tidak punya ruang lebih untuk tampil di publik.
Lalu, bagaimana dengan calon-calon sejarawan--alias mahasiswa sejarah? Ini bagian yang cukup miris sekiranya. Mahasiswa sejarah terlalu malas untuk menulis dan menampilkan bidang ilmu yang digelutinya tersebut entah mengapa.
Untuk perkara menyelesaikan tugas kelompok yang diberikan oleh dosen saja, dijadikan beban ke beberapa teman-teman mereka untuk menyelesaikannya.
Mahasiswa sejarah sendiri cenderung memandang sejarah itu sebagai "stres" yang sebaiknya cepat-cepat untuk dilepaskan. Tidak heran mengapa minim sekali semangat mahasiswa sejarah untuk turut mempopulerkan sejarah.
Kemalasan dalam tubuh mahasiswa sejarah ini begitu sistemis dan mengakar, sehingga penulis sendiri tidak punya solusi efektif dalam menyelesaikannya.
Di tengah ketidakhadiran sejarawan dan ketidakpedulian calon sejarawan itu, membuat publik seakan mengalami 'dehidrasi sejarah'. Rasa haus yang amat akan sejarah ini justru yang paling dirasakan oleh para kawula muda.
Hal ini sebab para pemuda ini berdiri di masa-masa pencarian identitas diri. Sejarah yang dinilai dapat menjadi penawar akan ketidakmenentuan jati diri pemuda ini kemudian memunculkan api-api semangat untuk rihlah mencari 'mata air' yang tersumbat akibat ketidakhadiran sejarawan.
Setelah menemukan 'mata air sejarah' itu, beberapa diantaranya memiliki inisiatif untuk bisa mengalirkannya agar bisa memenuhi dahaga masyarakat yang lebih luas terhadap sejarah.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar