Kesadaran Muda-Mudi terhadap Sejarah: (Berkat dan juga Bencana)

Sejarah terejawantahkan dalam bentuk-bentuk baru dengan kreativitas anak-anak muda ini, melampaui narasi-narasi tertulis seperti yang dikerjakan ahli-ahli sejarah.
Sejarah menjadi wahana eksplorasi dan healing; seperti yang dilakukan bersama oleh pemuda-pemudi Mareku dan Koloncucu. Sejarah menjadi bahan-bahan konten yang menarik di sosial media, sebagaimana yang terisi di reels-reels Instagram dan Tiktok.
Sejarah bahkan bisa menjadi lelucon pengocok perut yang membuat Anda tertawa terpingkal-pingkal hingga orang-orang disekitar Anda mengira Anda telah gila; seperti tren yang sempat muncul di beberapa media sosial yakni "historical meme" yang mencoba menuangkan sejarah dalam bentuk meme-meme internet.
Elitisme Sejarawan, Ketidakpedulian, dan Pencarian Identitas
Kesadaran-kesadaran mengenai sejarah pada anak muda yang mencoba menampilkan sejarah yang mudah dicerna oleh masyarakat ini tidak lain dan tidak bukan salah satu faktornya ialah minim peran sejarawan dalam kehidupan publik.
Entah mengapa, sejarawan tampak seperti enggan berbaur dengan masyarakat. Upaya untuk tampil "ilmiah", membuat sejarawan seperti memasang garis merah pemisah dengan orang-orang yang dinilai awam terhadap studi sejarah.
Sejarawan ingin dipandang berkompetensi tinggi dengan makalah-makalah ilmiah dan narasi-narasi yang begitu belibet-njlimet dan fa-fi-fu-wes-wos, ketimbang menyumbang tulisan-tulisan mudah dicerna di media masa atau maya yang umumnya terakses oleh publik.
Kita tidak bisa serta-merta menyalahkan sejarawan-sejarawan profesional akan hal ini. Bisa jadi, sejarawan justru punya semangat yang begitu menggebu-gebu dalam upaya membersamai masyarakat untuk mewartakan mengenai sejarah.
Hanya saja, kesibukan-kesibukan dan beban-beban akademis sejarawan begitu menjadi penghalang dalam kreativitas sejarawan untuk bereksplorasi untuk edukasi publik terhadap bidang studinya.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar