Kemerdekaan yang Tergadai
Bumi Fagogoru

Kemudian terjadi lagi pembunuhan di hutan belantara kali Waci, akhir Maret 2019 lalu yang menewaskan tiga Warga Waci. Belum lagi pembunuhan tiga warga Patani, di Kali Gowenly, Peniti Kecamatan Patani Timur, Sabtu (20/10). hingga kini belum mampu diungkap siapa pelakunya, dari deretan kasus pembunuhan, ini bukan kali pertama yang terjadi di Halteng. Tahun 2006 ada satu kasus pembunuhan di Weda. Tahun 2012, 11 warga Dotte Kecamatan Weda Timur, dan 2021 kasus pembunuhan di Patani.
Semuanya pelaku belum satupun berhasil diungkap, (https://halmaheraraya.id/polisi-dinilai-gagal-ungkap-pelaku-pembunuhan-di-hutan-halmahera/). Hari ini (Sabtu, 04/05/2024) terjadi kembali teror dan perencanaan pembunuhan di kebun warga Desa Moreala Halmahera Tengah yang diduga aksi teror menggunakan ranjau yang mengakibatkan korban (Abdurahman Usman; 58), warga moreala terkena ranjau di paha bagian kirinya, tentunya ini fakta bukan rekaya berlaka, (mtk).
Dalam beberapa kasus di atas terlihat jelas sama kasusnya sehingga sudah sepantasnya pelaku atupun otak dibalik peristiwa ini sudah seharusnya di jerat pasal 340 KUHP, dan pasal 338 KUHP jika ditemukan. Olehnya itu keputusan hakim yang nanti memberikan kepastian terhadap penegakan hukum, harus sejalan sekaligus menghadirkan rasa keadilan pada masyarakat.
Pada putusan tersebut, para penegak hukum terutama hakim, jangan sampai terkesan lebih mengutamakan hanya pada penegakan hukum berdasarkan hukum positif yang berlaku (legalistic-positivistic) dibandingkan dengan penegakan keadilan dalam memutus perselisihan. Rasa keadilan hakim bisa jadi berbeda dengan rasa keadilan pencari keadilan atau pihak yang berperkara.
Oleh karena itu salah satu tugas pokok hakim sebagai pemutus perkara, harus dapat menggali nilai-nilai keadilan yang berlaku di masyarakat (rasa keadilan kolektif) untuk kemudian berani menjadikannya sebagai acuan utama di dalam memutuskan suatu perkara. Menggali nilai-nilai hukum dan keadilan yang hidup di tengah masyarakat ini merupakan kewajiban yang diamanatkan oleh Pasal 5 Ayat (1) UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, bagi setiap hakim yang memeriksa perkara.
Narasi ini intinya kembali mengetuk akal sehat kita semua sebagai manusia yang manusiawi sehingga tidak lupa diri terhadap penegakan keadilan dan kepastian hukum di negeri ini, sehingga tidak terkesan hukum dan jaminan kemerdekaan kemanusiaan para korban telah tergadai. Dari pembahasan ini diharapkan dapat diperoleh jawaban bagaimana penegakan hukum seharusnya dilakukan agar hukum tersebut dapat memberikan selain kepastian hukum namun juga rasa keadilan yang tidak boleh tergadai oleh apapun dan siapapun.
Narasi ini tentunya tidak hanya menjadi bahan diskusi tetapi bagaimana hukum harus ditegakkan namun juga bagaimana seharusnya penyelenggara negara dalam membangun hukum itu sendiri sebagai sebuah hasil dari kebijakan politik yang merdeka secara kemanusiaan yang adil dan beradab. Akhir kata walaupun hukum mungkin tidak bisa membahagiakan semua orang, namun setidaknya hukum harus bisa menjadi pedoman bagi masyarakat untuk menyelesaikan berbagai macam persoalan yang dilandasi dengan nilai keadilan dan kepastian hukum, bagi manusia yang ingin merderka atau mati. (*)
Opini sudah terbit di koran Malut Post edisi, tggl 08 Mei 2024.
Komentar