Jejak Panjang Dr. Abubakar Abdullah dari DPRD ke Dunia Pendidikan

Integritas di Tengah Badai Kekuasaan

Safrian Sula

2. Kepemimpinan dalam Tegangan Politik

Selama menjabat Sekwan, Abubakar mengaku berkali-kali menghadapi kebuntuan politik, terutama dalam pembahasan APBD. “Sekwan harus menjadi penengah non-politis,” ujarnya dalam wawancara.

Di titik ini, peran Sekwan tidak ubahnya seperti mediator institusional—menghadirkan hukum dan data sebagai jalan keluar dari pertarungan kepentingan.

Kepemimpinan semacam ini sejalan dengan konsep servant leadership yang dikembangkan Robert K. Greenleaf (1970-an). Greenleaf menegaskan bahwa pemimpin sejati bukanlah mereka yang berkuasa, melainkan yang melayani dengan kesadaran moral.

Dalam konteks lokal, kepemimpinan Abubakar adalah bentuk dari servant bureaucracy—birokrasi yang bukan sekadar pelaksana, tapi penuntun moral bagi sistem yang lebih besar.

Sayangnya, tidak banyak pejabat publik yang memilih jalan ini. Banyak yang lebih sibuk menampilkan loyalitas kepada penguasa ketimbang kepada publik.

Di sinilah letak krisis moral birokrasi kita: ketika netralitas diartikan sebagai diam, bukan sebagai keberanian untuk menegakkan aturan.

3. Dari Politik ke Pendidikan: Peralihan yang Tidak Sederhana

Kini, Abubakar Abdullah melangkah ke medan baru: pendidikan. Ia menegaskan, “Melalui pendidikan, saya ingin memastikan generasi Maluku Utara tumbuh lebih cerdas, berkarakter, dan berdaya saing.” Kalimat ini tampak sederhana, namun menyimpan beban struktural yang berat.

Masalah pendidikan di Maluku Utara tidak hanya tentang kualitas guru atau sarana prasarana, tetapi juga tentang tata kelola yang sering kali tumpul akibat birokrasi yang lamban dan politis.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...