Agustus Berdarah

El Dinoh

Oleh: El Dinoh
(Komite Politik Kota Ternate)

Peringatan 17 Agustus 2025 yang seharusnya menjadi momentum refleksi kemerdekaan justru diwarnai paradoks: rakyat merayakan dengan suka cita, sementara pemerintah dan elit politik mempertontonkan arogansi.

Ungkapan “Jas Merah”, jangan sekali-kali melupakan sejarah, seakan kehilangan makna ketika suara rakyat yang mestinya dimuliakan justru diabaikan.

Baca Juga: Pembangkangan Konstitusi oleh DPR dan Aparat Kepolisian

Gelombang kemarahan bermula dari pernyataan arogan Bupati Pati yang menantang rakyatnya sendiri. Belum reda, publik kembali dikejutkan oleh kebijakan DPR RI yang mendapat kompensasi Rp3 juta per hari di tengah situasi rakyat yang dihimpit PHK, rendahnya gaji guru honorer, dan perampasan tanah petani.

Alih-alih menunjukkan empati, anggota DPR justru mengejek rakyat dengan pernyataan kasar, menegaskan jarak antara wakil rakyat dan rakyat yang diwakilinya.

Puncak ketegangan terjadi pada 28 Agustus 2025. Bentrokan massa dengan aparat menelan korban jiwa: Affan Kurniawan, seorang pengemudi ojek online berusia 21 tahun, tewas dilindas kendaraan taktis Brimob.

Baca Juga: Koran Digital Malut Post edisi, Kamis 11 September 2025

Kematian Affan menjadi simbol kekerasan negara terhadap rakyat kecil dan memantik ribuan orang turun ke jalan. Namun aksi protes yang meluas ke berbagai daerah tak hanya lahir dari tragedi itu. Ia adalah akumulasi kekecewaan atas kebijakan negara yang berpihak pada oligarki, bukan rakyat.

Data menunjukkan DPR semakin jauh dari fungsi representasi. Sekitar 61 persen anggota DPR periode 2024–2029 berafiliasi dengan sektor bisnis, memperkuat konflik kepentingan dalam legislasi dan penganggaran.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...