Krisis Komunikasi Negara

Andri Permata

Kegagalan komunikasi bukan kesalahan teknis, tapi kegagalan empati. Namun, kenyataan di lapangan jauh lebih kompleks. Kerja kehumasan adalah tarian di atas kawat berduri, di mana setiap langkah bisa jadi bencana.

Proses rilis informasi yang seharusnya lurus seperti panah sering berbelok-belok seperti sungai di pedalaman. Sebuah rilis harus cepat, jelas, dan menarik secara teori.

Tapi di lapangan, naskah itu harus melewati meja-meja birokrasi dingin, perdebatan tak usai, bahkan ditunda karena pertimbangan politik tak tertulis dalam berbagai buku teks.

Ini bukan prosedur, ini medan perang diam-diam antara kebenaran dan kepentingan. Medan perang yang menuntut humas bukan hanya piawai berbahasa, tapi juga lihai berdiplomasi di koridor kekuasaan.

Humas kerap terjepit antara tuntutan keterbukaan dari publik dan keterbatasan otoritas di internal. Mereka diharapkan jadi wajah responsif pemerintah, tapi kerap hanya jadi front office tanpa daya dorong.

Seperti jembatan indah namun tak bisa menahan beban, Humas sering jadi simbol tanpa substansi, perhiasan birokrasi tak berfungsi. Paradoks ini mengungkap betapa humas seringkali hanya dijadikan alat legitimasi, bukan benar-benar diberdayakan sebagai agen perubahan.

Secara teori, Humas adalah juru bicara transparansi, garda depan respons cepat, dan wujud akuntabilitas publik. Tapi kenyataannya, aduan masyarakat sering tersesat dalam labirin arsip, tenggelam bersama dokumen menguning di rak.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5 6 7

Komentar

Loading...