Demokrasi Bukan Sekadar Ikut-Ikutan

Bellarosita Faisal

Fakta ini mengindikasikan bahwa konformitas sosial berperan besar dalam pembentukan perilaku memilih di Indonesia.

Burhanuddin Muhtadi (2024) menyebut fenomena ini sebagai gejala lahirnya pemilih pasif, yakni warga negara yang berpartisipasi dalam demokrasi secara formal, tetapi tidak memiliki kesadaran politik yang matang.

Baca Juga: Menjahit Luka Moral di Tanah Rempah: Peran BK dalam Isu Kekerasan Seksual

Konformitas memang memiliki sisi positif, yakni menjaga kohesi dan harmoni sosial. Namun, jika berlebihan, konformitas justru melemahkan demokrasi.

Pemilih kehilangan independensi berpikir, dan demokrasi bertransformasi menjadi prosedural semata sekadar formalitas pesta politik tanpa substansi moral dan rasionalitas.

Demokrasi kehilangan jiwa ketika suara rakyat tidak lagi merefleksikan kesadaran politik, melainkan sekadar gema mayoritas.

Baca Juga: Bimbingan Konseling Keluarga: Pilar Pemulihan Mental Anak Pasca Perceraian

Untuk mengatasi persoalan ini, pendidikan memiliki peran strategis. Sekolah, melalui guru Bimbingan dan Konseling (BK), tidak hanya berfungsi menyelesaikan masalah pribadi siswa, tetapi juga menanamkan karakter demokratis.

Konseling dapat menjadi ruang aman (safe space) bagi siswa untuk berlatih menyampaikan pendapat, mengembangkan keberanian menolak tekanan mayoritas yang keliru, serta belajar menghargai perbedaan.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3

Komentar

Loading...