(Menguak Realitas Pahit di Balik Kemerdekaan 80 Tahun)

Merdeka dalam Ilusi

Yadin Panzer

Mungkin kepercayaan diri itu tak dengan sendirinya berarti kepercayaan akan adanya “yang universal” dalam hakikat manusia.

Tapi memang ada saat-saat dalam sejarah ketika manusia merasakan sesuatu yang secara universal menggugah hati, misalnya ketidakadilan. Itu agaknya yang menggerakkan para pemuda-pemudi, rakyak Maluku Utara pada tahun 1999-2000.

Baca Juga: Hutan Patani; Diwarisi atau Ditambang

***
Di usia yang tidak mudah lagi ini, pada perayaan 80 tahun kemerdekaan Indonesia. Negara mengusung tema bersatu, berdaulat, rakyat sejahtera. Itu artinya, cita-cita negara atas ‘Kesatuan’ dan ‘Kedaulatan’ masih belum selesai hingga detik ini.

Dengan begitu; bagaimana dengan kesejahteraan rakyat. Pada persoalan ini, penulis akan menguraikan situasi dan kondisi Maluku Utara yang sebagai “Kinchen of Cantry”.

Namun, tidak ada sajian bernama sejahtera. Rakyak dipaksa meninggalkan tanah, rumah, hingga dijauhkan pada sumber penghidupan yang telah bersama mereka dari waktu ke waktu.

Persoalannya, justru kini belum terjawab bagaimana gerangan wajah kemerdekaan Indonesia yang sebenarnya. Wajah yang dengan buas menyembelih Maluku Utara dan berteriak.

“Bersatu, Berdaulat, Rakyat Sejahtera,” kami seakan diangap berbeda. Menjadikan kami kaku untuk bergerak_berakhir dengan menatap masa depan yang tak pasti.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...