Bom Waktu di Balik Food Waste

Sedangkan di Maluku Utara, dalam laporan Tribun Ternate, sampah makanan mendominasi dengan komposisi 26-41 persen dari total sampah pada 2020–2022.
Hal semacam ini sebetulnya tidak terlepas dari kebiasaan dan perilaku kita sekarang. Ketika ada makanan-makanan yang danggap tren, kita akan berlomba-lomba untuk mendapatakannya, meskipun tidak dimakan hanya ingin dianggap kekinian.
Baca Juga: Sampah sebagai Ancaman: Perspektif Health Belief Model
Akhirnya, sisa makanan mubazir. Kita sering lupa, bahwa setiap makanan yang dibuang, ternyata dapat berdampak buruk pada bumi: mendorong pemanasan global, membentuk ozon troposte, krisis lingkungna hidup, pun berdampak pada kesehatan makhluk hidup.. Menyisakan makanan lalu dibuang, bukan hanya berakhir pada tempat sampah atau TPA, melainkan mengalami siklus panjang.
Masalah ini perlu dievaluasi. Karena sampah makanan cukup berkontribusi dalam menghasilkan emisi gas metana (CH4), gas rumah kaca yang lebih kuat daripada karbon dioksida (CO2) dalam jangka pendek, meskipun masa bertahannya lebih singkat.
Sampah makanan yang membusuk di mana pun, termasuk di TPA dapat menghasilkan gas metana secara signifikan. Sekitar 8-10 persen emisi gas metana global berasal dari pembusukan makanan yang terbuang. (Save the Children, 2022: UNEP, 2021).
Kendati gas metana tidak berwarna, dan tak kasat mata, tapi dapat diidentifikasi melalui indra penciuman karena mempunyai bau yang khas. Apabila menghirup gas metana, efek akutnya dapat mengakibatkan kekurangan oksigen sekitar 16 persen. Hal ini akan memicu kondisi kesehatan pernafasan.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar