(Ketika Kepentingan Politik dan Ekonomi Bertabrakan)

Saling-Silang DOB Sofifi

Yadin Panzer

Oleh: Yadin Panzer
(Komite Pimpinan Pusat SAMURAI Maluku Utara)

“DOB adalah fenomena yang membangkitkan pertanyaan sekaligus menjadi ironi pembangunan yang kehilangan arah. Ketika seharusnya menjadi pelopor kemajuan dan kesejahteraan masyarakat, justru berubah menjadi ajang perebutan kekuasaan dan keuntungan pribadi, merusak esensi sejati dari pembangunan itu sendiri.”

Perjuangan menjadikan Sofifi sebagai Daerah Otonomi Baru (DOB) kembali mengemuka, kali ini dipimpin oleh Gubernur Maluku Utara, Sherly Djuanda Laos, sebagai motor penggerak.

Baca Juga: Antara Tanah Adat dan DOB

Di tengah gegap-gempita dan gelombang dukungan yang mengalir, muncul pula pertanyaan yang tak kalah penting: benarkah ini semata-mata demi rakyat?

Ataukah ada kepentingan politik dan ekonomi yang berkelindan di dalamnya? Kita tentu bisa menyambut semangat itu dengan optimisme, namun kita juga perlu mencurigainya.

Sebab, sejarah terlalu sering mencatat bahwa janji-janji perubahan yang ditawarkan dalam baliho dan orasi politik, kerap berakhir sebagai alat perebutan kekuasaan dan akses ekonomi yang tidak berpihak pada masyarakat. Secara hukum, proses pemekaran memang memiliki landasan.

Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi 6 Agustus 2025

Pemisahan Provinsi Maluku Utara dari Maluku melalui Undang-Undang Nomor 46 Tahun 1999, serta penguatan melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, telah membuka ruang bagi pembentukan DOB sebagai bagian dari penataan ulang tata kelola pemerintahan.

Dalam kerangka ini, wacana pemekaran Sofifi dari Kota Tidore Kepulauan kembali disuarakan dengan dalih efisiensi birokrasi dan efektivitas pembangunan, mengingat Sofifi telah berperan sebagai ibu kota provinsi selama lebih dari dua dekade.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...