Kemestian Forum CSR

Pertambangan merupakan realitas yang tak terhindarkan khususnya di Kepulauan Obi, mungkin itu adalah imbas dari Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Maluku Utara tahun 2013-2033 (bila tak ada perubahan).
Hal itu dapat dilihat pada Paragraf 5 yang mengatur tentang Kawasan Peruntukan Pertambangan khususnya pasal 28 ayat 2,3 dan 4.
Ditengah maraknya pertambangan di Pulau Obi, bagaimana menjamin “hak politik” masyarakat? Ini adalah hal penting yang mestinya didudukkan secara moral, nurani dan profesionalitas.
Baca Juga: Tetaplah di Jalan Dakwah
Keberadaan pertambangan yang terlegitimasi secara konstitusional lewat produk Undang-undang dan aturan turunannya, pastinya diikat oleh kewajiban dan tanggung jawab. Bagaimana memastikan kewajiban dan tanggung jawab itu terpenuhi, kiranya regulasi telah mengatur itu sedemikian rupa.
Satu dari sekian kewajiban dan tanggungjawab itu adalah Corporate Social Responsibility (CSR) atau dalam bahasa peraturan perundang-undangan disebut dengan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSLP) yang dimaksudkan sebagai komitmen perusahaan untuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat.
Kiranya cukup regulasi mengatur bagaimana CSR, diantaranya pasal 74 UU No. 40/2007 tentang Perseroan Terbatas, pasal 2 sampai pasal 7 PP No. 47/2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, pasal 15 UU No. 25/2007 tentang Penanaman Modal.
Juga pasal 87 UU No. 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup serta pasal 109 angka 1 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja yang mengubah Pasal 1 angka 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar