“Janji Pembangunan Menjadi Luka yang Terbuka”

Antara Tanah Adat dan DOB

Arjun Adam

Oleh: Arjun Adam
(Pemuda Maba Sangaji, Halmahera Timur)

“Di tanah ini, sejarah tidak hanya tercatat dalam buku, tapi juga dalam akar-akar pohon, batu yang diam di bukit, dan jejak kaki leluhur di hamparan tanah adat”.

Di banyak sudut negeri ini, tanah bukan sekadar hamparan kosong. Ia menyimpan sejarah, roh para leluhur, dan identitas kolektif yang tak tergantikan.

Baca Juga: “Balas Pantun” DOB Sofifi

Tanah bagi masyarakat adat bukan hanya soal kepemilikan, tapi soal keberadaan. Maka ketika negara datang membawa bendera otonomi baru, mereka yang hidup dari tanah-tanah itu bukan hanya mempertanyakan arah pembangunan, tapi juga bertanya; Siapa yang akan diuntungkan, dan siapa yang akan disingkirkan?

Kisah-kisah masyarakat adat yang terusir dari tanahnya semakin sering kita dengar, meski jarang diberitakan secara luas. Mereka yang bersuara pun tak jarang diintimidasi, kriminalisasi, atau dipaksa bungkam.

Dalam beberapa kasus masyarakat adat difitnah sebagai provokator atau lebih gila lagi dituduh sebagai premanisme, padahal yang mereka lakukan hanyalah mempertahankan hidup dan warisan budaya.

Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi 29 Juli 2025

Dan yang terjadi pada 11 orang Masyarakat Adat Maba Sangaji adalah bentuk pengabaian negara terhadap eksistensi masyarakat adat.

Karena dalam sistem hukum dan kebijakan, tanah adat dan bahkan masyarakatnya kerap tidak diakui secara formal. Status hukum yang lemah membuat tanah-tanah adat rentan diklaim sebagai tanah negara atau diserahkan ke pihak swasta dalam bentuk konsesi.

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...