Pertanian Sektor Tiri: Tidore Tumbuh dalam Ketimpangan

Fajjin Amiiq Tarwan

Oleh: Fajjin Amiiq Tarwan
(Kabid P.A Djaman Malut Komisariat Unkhair II & Mahasiswa Agroteknologi Unkhair)

MalutPost.com -- Sejarah pertanian telah membentuk wajah peradaban manusia, perjalanan sejarah telah memastikan bahwa hasil tani telah membawa manusia dalam perkembangan dan moderenisasi, Tak terkecuali di Indonesia.

Seperti yang ditulis oleh Otto Soemarwoto (Ekologi, Lingkungan Hidup dan Pembangunan. 1985), menjelaskan bahwa “pertanian bukan sekadar kegiatan bercocok tanam, melainkan sistem sosial yang membentuk relasi kuasa, hingga posisi negara dalam menjamin kesejahteraan rakyatnya.

Baca Juga: Sejarah Penataan Ruang di Tidore pada Masa Kerajaan

Di masa lalu, tanah bukan hanya alat produksi, tetapi juga sumber kekuasaan dan martabat”. Tidore Kepulauan (TIKEP), sebagai salah satu daerah penghasil rempah bersejarah, pernah menjadi pusat perhatian dunia karena kekayaan alamnya khususnya pala dan cengkeh.

Kesultanan Tidore bahkan berperan strategis dalam jalur perdagangan internasional, menunjukan Kabong (Kebun) petani  dan kebijakan pemimpin adalah poros utama ekonomi dan kekuasaan.

Dewasa ini, kenyataan berkata lain. sektor pertanian di Tidore justru tidak menjadi prioritas dalam pembangunan daerah, bahkan nyaris luput dari visi besar Pemkot TIKEP.

Baca Juga: RKPD 2026 Malut: Strategi Hebat, Tantangan Berat

Kondisi ini bisa dilacak dari beberapa indikator utama. Misalnya, lemahnya kelembagaan teknis seperti BPP (Balai Penyuluh Pertanian) ditingkat kecamatan, kelurahan, dan desa. Tidak memiliki basis data pertanian yang kuat.

Menjadi ‘kaset’ lama yang dijajal kembali tiap tahunya. Kepala dinas pertanian sendiri mengakui bahwa data yang mereka miliki belum valid dan tidak bisa digunakan sebagai landasan perencanaan program [tvonlinetidore, 10/6/25].

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4

Komentar

Loading...