KFD: Rumus Salah, Kebijakan Sesat

Dr. Mukhtar Adam

Daerah seperti Maluku Utara, yang terdiri dari ratusan pulau berpenghuni, jelas menghadapi tantangan fiskal yang berbeda dengan provinsi daratan. Namun rumus negara tidak mengakui itu. Tidak ada pembobotan yang mempertimbangkan:

1. Disparitas harga investasi barang publik
> Harga membangun infrastruktur di pulau terpencil bisa dua sampai tiga kali lipat dibanding daerah daratan.

Baca Juga: Gig Economy: Masa Depan atau Sumber Ketidakpastian Ekonomi

2. Investasi di pulau-pulau berpenghuni
> Setiap pulau yang dihuni menuntut akses jalan, air bersih, listrik, sekolah, dan puskesmas. Biayanya tidak murah.

3. Pelayanan publik di pulau-pulau kecil
> Distribusi tenaga guru, kesehatan, dan logistik pelayanan publik sangat mahal di wilayah kepulauan.

4. Disparitas ekonomi
> Provinsi seperti Maluku Utara lemah di sektor jasa (basis PAD) dan kerap tidak mendapat manfaat maksimal dari sektor tambang (basis DBH) karena dominasi korporasi besar yang tak berpihak ke fiskal lokal.

Baca Juga: Koran Digital Malut Post Edisi 25 Juni 2025

5. Indikator geografis dan biaya pembangunan
> Jumlah pulau, rasio desa terpencil, indeks biaya logistik, dan hambatan alam lainnya mestinya menjadi elemen penting dalam formulasi fiskal.

Dengan semua disparitas itu, apakah adil jika Maluku Utara dikelompokkan dalam kategori fiskal rendah-menengah hanya karena “angka sisa uang” setelah bayar gaji?

Baca Halaman Selanjutnya..

Selanjutnya 1 2 3 4 5

Komentar

Loading...