Sejarah Penataan Ruang di Tidore pada Masa Kerajaan

Mereka pada umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani ladang berpindah (subsisten), memanfaatkan lahan subur yang disediakan alam.
Selain wilayah dua Nyili tersebut, juga terdapat wilayah gimalaha Rora Polu-Polu di Toloa, dan wilayah sangaji Jiko Malofo di Mareku. Wilayah gimalaha Rora Polu-Polu, terdiri dari Dokiri, Banawa, Tahisa, Tomanyili, Gamtohe, dan Tomaidi.
Wilayah gimalaha Rora ini hanya terpusat di Toloa saja, tidak memiliki wilayah yang luas seperti wilayah-wilayah lainnya di Tidore.
Sementara itu, Sangaji Jiko Malofo di Mareku, terdiri dari; Sangaji Laisa dan Sangaji Laho, memiliki wilayah yang terbentang sepanjang pesisir Barat hingga ke Utara mencapai Talaga Mareku di Talaga.
Wilayah Sangaji Jiko Malofo tersebut pada saat ini telah di mekar menjadi beberapa kelurahan seperti Bobo, Afa-Afa, Mareku, Gubukusuma (Guae Paji, Bua-Bua, Kusu Mayou), Ome, Fobaharu, Rum, dan Soa Talaga Mareku di Talaga.
Pada masa lalu, wilayah-wilayah kekuasaan sangaji, khususnya di Mareku Laisa dan Mareku Laho, merupakan kota pelabuhan dan pusat perdagangan setelah Kerajaan Tidore terbentuk.
Di Mareku sendiri, terdapat tinggalan kebudayaan megalitik (terkubur oleh stadion Mareku), serta tiga benteng Spanyol, yaitu Fort Marieco, Fort Marieco el-chico Tomanira, serta satu benteng yang kini tertimbun pula oleh stadion Mareku.
Baca Halaman Selanjutnya..
Komentar